Hukum Wanita Umrah sebelum Habis Masa Iddah - NU Online

 

Hukum Wanita Umrah sebelum Habis Masa Iddah

Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakatuh. Izin bertanya NU Online. Ayah saya baru saja meninggal, kemudian ibu saya menjalani masa iddah. Kebetulan sebelum ayah meninggal, ibu sudah daftar umrah dan ketika saya hitung keberangkatannya adalah satu minggu sebelum berakhir masa iddah.
 

Pertanyaannya, apa yang harus dilakukan ibu saya? Apakah ibu saya harus membatalkan keberangkatannya, sedangkan semua persyaratan baik berupa visa paspor dan lain-lain sudah terurus semua? Pun juga ibu saya sudah menopause. Mohon penjelasannya. Syukran


Jawaban

Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara penanya kami ucapkan banyak terima kasih atas pertanyaannya kepada Redaksi NU Online, dan kami ikut bela sungkawa atas kewafatan ayahanda tercinta. Semoga diterima semua amal baiknya dan dimaafkan segala dosa-dosanya. Amin. 
 

Saudara penanya dan pembaca setia NU Online, setelah kami cermati inti pertanyaan yang disampaikan saudara penanya adalah bagaimana hukum umrah wanita yang sedang menjalani masa iddah karena kewafatan suami dan bagaimana seharusnya jika sudah waktunya keberangkatan namun masa iddah belum selesai.
 

Sebelumnya perlu ditegaskan terlebih dahulu, perempuan yang ditinggal mati suaminya dalam keadaan tidak hamil mempunyai kewajiban iddah selama 4 bulan hijriyah lebih 10 hari. Kewajiban iddah ini berdasarkan firman Allah swt: 
 

وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
 

Artinya, "Orang-orang yang mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu dirinya (beriddah) 4 bulan 10 hari. Kemudian, apabila telah sampai (akhir) idah mereka, tidak ada dosa bagimu (wali) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka) menurut cara yang patut. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al-Baqarah:234).
 

Kewajiban iddah 4 bulan 10 hari berlaku umum untuk semua perempuan yang ditinggal mati suaminya, meskipun ia sedang tertalak raj'i atau perempuan yang masih mengalami haid. Artinya, hitungan iddah wafat menggunakan bulan, bukan hitungan masa suci sebagaimana iddah talak. Syekh Zainuddin Al-Malibari menjelaskan: 
 

وتجب العدة لوفاة زوج حتى على حرة رجعية وغير موطوءة لصغر أو غيره وإن كانت ذات أقراء بأربعة أشهر وعشرة أيام ولياليها للكتاب والسنة
 

Artinya, "Dan wajib menjalani masa iddah karena kematian suami, bahkan bagi wanita yang merdeka yang ditalak raj'i dan wanita yang belum disetubuhi, baik karena usia muda atau sebab lainnya. Jika wanita tersebut termasuk yang memiliki masa haid, maka masa iddahnya adalah 4 bulan 10 hari dan malamnya, berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah." (Fathul Mu'in, [Beirut, Darul Ibnu Hazm: tt], halaman 526). 
 

Imam Ibnu Katsir mengutip pendapat Sa'id bin Al-Musayyib, Abul ‘Aliyah, dan lainnya yang menyebutkan bahwa hikmah dari penetapan masa iddah kematian selama 4 bulan 10 hari adalah karena kemungkinan rahim mengandung janin. Jika masa tersebut dilalui, maka akan jelas apakah terdapat kehamilan atau tidak. (Tafsir Ibnu Katsir, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 1419 H], juz I, halaman 481).
 

Kemudian selain kewajiban iddah selama 4 bulan 10 hari, wanita yang ditinggal wafat suaminya juga diwajibkan untuk berkabung (ihdad).
 

Ihdad adalah menahan diri dari segala bentuk perhiasan dan wewangian, tidak boleh mengenakan pakaian dengan warna mencolok, tidak boleh bercelak, tidak menggunakan pewarna apapun, dan tidak berhias dengan perhiasan seperti emas, perak, atau lainnya. Jika ia melakukan salah satu dari hal tersebut, maka ia berdosa. 
 

Perlu diketahui juga, wanita yang sedang menjalani masa iddah dilarang keluar rumah kecuali dalam kondisi darurat atau ada uzur. 
 

يَجِبُ عَلَى الْمُعْتَدَّةِ مُلَازَمَةُ مَسْكَنِ الْعِدَّةِ، فَلَا تَخْرُجُ إِلَّا لِضَرُورَةٍ أَوْ عُذْرٍ، فَإِنْ خَرَجَتْ، أَثِمَتْ، وَلِلزَّوْجِ مَنْعُهَا، وَكَذَا لِوَارِثِهِ عِنْدَ مَوْتِهِ، وَتُعْذَرُ فِي الْخُرُوجِ فِي مَوَاضِعَ
 

Artinya: "Wajib bagi wanita yang sedang menjalani masa iddah untuk tetap tinggal di tempat tinggal masa iddahnya. Ia tidak boleh keluar kecuali karena darurat atau uzur. Jika ia keluar tanpa alasan, maka ia berdosa, dan suami (dalam iddah talak) berhak melarangnya.
 

Begitu pula ahli warisnya setelah kematiannya (iddah wafat). Namun, ia diberikan keringanan untuk keluar pada keadaan-keadaan tertentu yang dibolehkan." (An-Nawawi, Raudlatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz IV, halaman 415). 
 

Larangan keluar rumah bagi perempuan yang menjalani iddah selain karena adanya kondisi darurat atau udzur, adanya hajat atau kebutuhan, juga menjadi alasan kebolehan untuk keluar rumah semisal keluar pada siang hari untuk membeli makanan, kain, atau menjual benang pintalan atau kapas, dan hal-hal semisalnya.
 

Diperbolehkan juga baginya keluar pada malam hari ke rumah tetangganya untuk memintal benang, berbincang, atau hal-hal serupa, dengan syarat ia kembali dan bermalam di rumahnya. (Muhammad bin Qasim bin Muhammad, Fathul Qarib, [Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2005], halaman 256). 
 


Syekh Al-Bajuri menjelaskan, tidak termasuk kebutuhan (hajat) adalah keluar untuk berkunjung atau menjenguk kedua orang tuanya. Karena itu haram keluar untuk mengunjungi atau menjenguknya saat sakit, mengunjungi makam para wali dan orang saleh, termasuk makam suami yang telah meninggal. Juga haram baginya keluar untuk berdagang dengan tujuan mengembangkan hartanya atau hal-hal semacamnya. 
 

Al-Bajuri juga menyoroti haji dan umrah wanita yang sedang menjalani masa iddah sebagai berikut:
 

نعم لها الخروج لحج أو عمرة إن كانت أحرمت بذلك قبل الموت أو الفراق ولو بغير إذنه وإن لم تخف الفوات. فإن كانت أحرمت بعد الموت أو الفراق فليس لها الخروج في العدة وإن تحققت القوات. فإذا انقضت عدتها أتمت عمرتها أو حجتها إن بقي وقت الحج وإلا تحللت بعمل عمرة وعليها القضاء وعدم الفوات
 

Artinya, "Ya, diperbolehkan bagi wanita yang sedang iddah keluar rumah untuk melanjutkan haji atau umrah, jika ia telah memulai ihram sebelum suaminya meninggal atau sebelum cerai, meskipun tanpa izinnya, meskipun ia tidak khawatir akan fawat (terlepas kesempatan melakukan haji karena terlambat wukuf di Arafah dan sama sekali tidak sempat melakukannya secara tepat waktu).
 

Namun, jika ia baru memulai ihram setelah kematian suami atau setelah cerai, maka ia tidak diperbolehkan keluar selama masa iddah, meskipun nyata-nyata akan fawat haji. Jika masa iddahnya telah selesai, ia dapat melanjutkan umrah atau hajinya jika waktu haji masih ada. Jika waktu haji telah habis, maka ia menyelesaikan ihramnya dengan melakukan amalan umrah, dan ia wajib mengqadha' hajinya dan wajib membayar dam fawatul haji." (Al-Bajuri, Hasyiyah Al-Bajuri, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: t.t], juz II halaman 330).
 

Sederhananya penjelasan beliau di atas adalah jika wanita tersebut sudah berihram sebelum suaminya meninggal maka ia diperbolehkan keluar untuk mengerjakan haji dan umrah. Namun jika setelah suaminya meninggal baru ihram umrah, maka ia tidak diperbolehkan keluar untuk mengerjakan haji atau umrah sampai masa iddahnya selesai
 

Walhasil, mengerjakan umrah bukan termasuk kondisi darurat, uzur, atau hajat yang memperbolehkan seorang perempuan yang sedang menjalani masa iddah. Sebab masa iddah hanya terbatas 4 bulan 10 hari, sedangkan umrah masih dapat dikerjakan kapanpun tanpa batas waktu. Bagi ahli waris berhak mencegahnya untuk ihram dan mencarikan solusi terbaik agar umrah tetap dapat terlaksana tanpa melanggar aturan syariat.
 

Dengan demikian, yang harus dilakukan oleh Ibu saudara penanya adalah membatalkan jadwal keberangkatan umrahnya yang masih dalam masa iddah dan melakukan rescheduling keberangkatannya di waktu lain. Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan semoga dapat diterima dan dipahami dengan baik. Wallahu a'lam. 
 

 

Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin9 


 Postingan Lainnya 

Baca Juga