Munas NU Bahas Pengendalian Minuman Beralkohol - NU Online

 

Munas NU Bahas Pengendalian Minuman Beralkohol

Di Indonesia Regulasi pelarangan peredaran minuman beralkohol telah diatur melalui Perpres No. 74 tahun 2013 dan Permendag No. 20 tahun 2014, yang terakhir diubah dengan Permendag No. 25 Tahun 2019. Selain itu, implementasi di tingkat daerah juga diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) masing-masing.

 

Meskipun begitu, aturan ini dianggap belum sepenuhnya mengatur peredaran minuman beralkohol. Salah satu ketentuan dalam Permendag ini, khususnya Pasal 15, menyebutkan bahwa penjualan minuman beralkohol hanya diperbolehkan kepada konsumen berusia 21 tahun ke atas dengan menunjukkan kartu identitas.

 

Ketentuan batas usia minimal 21 tahun untuk membeli minuman beralkohol bertujuan mengendalikan peredarannya.

 

Namun, aturan ini juga dianggap melegalkan peredaran minuman beralkohol, yang secara agama Islam diharamkan. Pertentangan antara upaya pengendalian dan legalisasi ini menimbulkan pertanyaan utama, yaitu bagaimana hukum pembatasan usia konsumen minuman beralkohol? Berikut penjelasannya. 

 

Mengonsumsi minuman beralkohol atau dalam bahasa agama disebut dengan khamr atau produk minuman yang memabukkan hukumnya haram menurut ijma dan termasuk dosa besar. Imam Ibnu Hajar menegaskan: 

 

شُرْبُ الْخَمْرِ حَرَامٌ إجْمَاعًا مِنْ الْكَبَائِرِ 

 

Artinya, "Meminum khamar itu haram berdasarkan ijma‘ (kesepakatan ulama) dan termasuk dalam dosa besar." (Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, [Beirut: Dar Ihya' At-Turots] juz IX halaman 166 ).

 

Lebih lanjut Syekh Zainuddin al-Malibari yang merupakan murid dari Imam Ibnu Hajar menjelaskan: 

 

فائدة [في بيان ضابط حرمة شرب الخمر] كل شراب أسكر كثيره من خمر أو غيرها حرم قليله وكثيره لخبر الصحيحين [البخاري رقم: ٢٤٢، مسلم رقم: ٢٠٠١]: «كل شراب أسكر فهو حرام» وخبر مسلم [رقم: ٢٠٠٣] كل مسكر خمر وكل خمر حرام ويحد شاربه وإن لم يسكر: أي متعاطيه

 

Artinya, "Faedah [Dalam Menjelaskan Kaidah Keharaman Meminum Khamar]:
Setiap minuman yang memabukkan dalam jumlah banyak, baik dari khamar maupun selainnya, maka sedikit maupun banyaknya tetap haram. Hal ini berdasarkan hadis dalam Shahih Bukhari [No. 242] dan Shahih Muslim [No. 2001]: "Setiap minuman yang memabukkan adalah haram." Juga hadis dalam Shahih Muslim [No. 2003]:"Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram." Oleh karena itu, siapa pun yang meminumnya, meskipun tidak sampai mabuk, tetap dikenai hukuman (hadd), yakni setiap orang yang mengonsumsinya. (Zainuddin Ahmad bin Abdul Aziz al-Malibari, Fathul Mu'in, [Beirut, Darul Ibnu Hazm: tt], halaman 580).

 

Sebagaimana diharamkan mengonsumsi produk minuman beralkohol, begitu juga meniagakan dan mengedarkannya adalah perbuatan yang diharamkan. Imam Nawawi menerangkan: 

 

بَيْعُ الْخَمْرِ وَسَائِرُ أَنْوَاعِ التَّصَرُّفِ فِيهَا حَرَامٌ عَلَى أَهْلِ الذِّمَّةِ كَمَا هُوَ حَرَامٌ عَلَى الْمُسْلِمِ هَذَا مَذْهَبُنَا وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ لَا يَحْرُمُ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ قَالَ المتولي المسألة مبينة عَلَى أَصْلٍ مَعْرُوفٍ فِي الْأُصُولِ وَهُوَ أَنَّ الْكَافِرَ عِنْدَنَا مُخَاطَبٌ بِفُرُوعِ الشَّرْعِ وَعِنْدَهُمْ لَيْسَ بِمُخَاطَبٍ

 

Artinya, "Menjual khamar dan segala bentuk transaksi yang terkait dengannya hukumnya haram bagi Ahli Dzimmi (non-Muslim), sebagaimana haram bagi Muslim. Ini adalah pendapat mazhab kami (Syafi'iyah). Namun, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hal itu tidak haram bagi mereka. Al-Mutawalli berkata, ‘Permasalahan ini didasarkan pada kaidah ushul yang terkenal, yaitu menurut mazhab Syafi'i, orang kafir tetap terbebani dengan cabang-cabang syariat (furu’ asy-syari’ah), sedangkan menurut mereka (mazhab Hanafi), tidak terbebani dengannya.’" (Abu Zakariya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu' Syarah Muhadzab [Beirut, Darul Fikr:tt] juz IX halaman 227). 

 

Larangan mengonsumsi minuman beralkohol dalam ajaran Islam dimaksudkan sebagai upaya menjaga akal pikiran (hifz al-‘aql) dan menjaga jiwa (hifz al-nafs). 

 

Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa jika pembatasan usia konsumen minuman beralkohol dimaksudkan untuk melegalkan khamr atau minuman beralkohol tentu bertentangan dengan syariat Islam. 

 

Sebenarnya Negara dapat dengan mudah melarang secara mutlak mengkonsumsi dan juga mengedarkannya. Namun demikian pelarangan minuman beralkohol secara mutlak besar kemungkinannya justru akan membuka celah mudharat atau kerusakan yang lebih besar, diantaranya potensi tersebarnya pasar gelap minuman beralkohol, tidak terkendalinya peredaran minuman beralkohol dan merebaknya alkohol illegal, seperti penyalahgunaan zat terlarang lainnya atau obat-obatan sebagai pengganti. Hal ini tentu akan berdampak merepotkan dan berpotensi merugikan negara dikemudian hari. 

 

Memang ironi, di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam dimana dalam agama kita, hukum mengonsumsi dan menjual belikan miras hukumnya haram berdasarkan dalil yang jelas, namun faktanya miras beredar bebas mudah bagi siapa saja untuk menemukan dan mendapatkannya.

 

Dengan demikian, jika tujuan pemerintah dalam mengatur batas usia minimal 21 tahun untuk membeli minuman beralkohol bertujuan mengendalikan peredarannya mungkin bisa dibenarkan dalam rangka nahi mungkar setidaknya untuk meminimalisir.

 

‎‎فإ‌نكار الـمُنْكِر أربعُ درجات: الأولى: أن يزول ويَخْلُفَه ضِدُّه. الثانية: أن يَقِلَّ وإن لم يَزُلْ بِجُمْلته. الثالثة: أن يَخْلُفه ما هو مِثْلُه. الرابعة: أن يخلُفه ما هو شَرٌّ منه

 

Artinya, "Mengingkari kemungkaran memiliki empat tingkatan: 
1. Kemungkaran itu hilang dan digantikan dengan kebalikannya (kebaikan).
2. Kemungkaran berkurang, meskipun tidak hilang sepenuhnya.
3. Kemungkaran tetap ada, tetapi hanya berganti dengan yang semisalnya.
4. Kemungkaran justru digantikan dengan sesuatu yang lebih buruk darinya." (Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, I'lam al-Muqi'in, [Jeddah: Dar Ibnu al-Jauzi, tth.], juz IV halaman 339).

 

Namun jika pembatasan ini justru menjadi celah untuk melegalkannya maka hukumnya haram sebab hal ini menjadi wasilah untuk melegalkan sesuatu yang jelas haramnya. Para ulama fiqih menetapkan kaidah: 

 

للوسائل حكم المقاصد 

 

Artinya, “Setiap wasilah perbuatan dihukumi sesuai dengan tujuannya”

 

Walhasil, hemat penulis berdasarkan keterangan di atas dalam menyikapi Permendag Pasal 15 yang menyebutkan bahwa penjualan minuman beralkohol hanya diperbolehkan kepada konsumen berusia 21 tahun ke atas dengan menunjukkan kartu identitas dapat dibenarkan dalam rangka melakukan tahapan nahi mungkar yakni meminimalisir peredaran miras secara bebas. Namun jika hal ini justru berpotensi menjadi celah pelegalan miras atau minuman beralkohol maka hukumnya haram sebab hal ini menjadi wasilah untuk melegalkan sesuatu yang jelas haramnya. 

 

Untuk diketahui bahwa masalah ini adalah usulan dari PWNU DIY yang kemudian akan dibahas secara mendalam pada Forum Munas-Konbes NU di Jakarta pada 5-7 Februari 2025 dalam Bahtsul Masail Komisi Qonuniyah. Oleh sebab itu untuk lebih jelasnya mari kita nantikan keputusan resminya. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo

Baca Juga

Komentar

 Pusatin9 


 Postingan Lainnya 

Baca Juga