Di Kongres Ke-18 Muslimat NU, Gus Yahya Tegas Menentang Praktik Misoginis
![](https://storage.nu.or.id/storage/post/4_3/thumb/1000794490_1739270014.webp)
Jakarta, NU Online
Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menegaskan bahwa dirinya menentang soal praktik-praktik misoginis yaitu kebencian, penghinaan, atau prasangka terhadap perempuan atau anak perempuan yang hingga kini masih terjadi.
Hal itu dikatakan Gus Yahya saat memberikan arahan dalam Rapat Pleno Kongres Ke-18 Muslimat NU di Asrama Haji Sukolilo, Gedung Muzdalifah, Surabaya, Jawa Timur, pada Selasa (11/2/2025) siang.
"Orang sampai hari ini masih terdengar gugatan-gugatan bahwa perempuan cenderung kurang mendapatkan tempat di dalam peran-peran masyarakat, masih ada gugatan semacam itu. Masyarakat kita ini masih cenderung misoginis. Apa-apa peran diberikan kepada laki-laki (sehingga) perempuan kurang mendapat tempat," ujarnya di hadapan peserta kongres yang diwakili oleh 38 Pengurus Wilayah (PW) Muslimat NU se-Indonesia.
Bahkan, Gus Yahya menambahkan bahwa sebetulnya ada kesadaran dari para kiai untuk memberikan ruang kepada perempuan agar memiliki wadah dalam membangun bangsa dan agama melalui Muslimat NU.
"Mungkin yang lebih tepat sebetulnya adalah semacam paradoks, memang di ruang publik ada kenyataan bahwa banyak arena cenderung didominasi oleh laki-laki, tetapi di ruang privat sebetulnya yang lebih berkuasa itu perempuan," terangnya disambut tawa para peserta.
Kepada Muslimat NU, Gus Yahya mengingatkan bahwa NU telah memasuki abad kedua, tepatnya berusia 102 tahun. Ia berkelakar, semua aktivis NU yang sekarang aktif, merupakan anak-anak dari Muslimat NU.
NU tanggap atas perubahan di masa depan
Gus Yahya menegaskan bahwa NU perlu tanggap atas kejadian serta perubahan hal-hal baru yang terjadi di masa depan.
"Ada banyak hal-hal baru di masa depan yang harus kita tanggapi yang harus kita kelola dengan cara yang tidak mungkin hanya mengandalkan cara yang selama ini kita lakukan," kata Gus Yahya.
"Kita butuh mengembangkan cara untuk mengembangkan mengatasi masalah masa depan yang sudah menjelang ini," tambahnya.
Itulah sebabnya, lanjut Gus Yahya, PBNU membangun suatu rangkaian agenda-agenda mendasar yang ditekankan pada konsolidasi, salah satunya adalah konsolidasi organisasi.
Agenda konsolidasi ini, kata Gus Yahya, tidak akan berjalan jika tidak mengetahui elemen penting pada NU, yakni pengetahuan tentang tujuan dan hakikat keberadaan NU.
"NU ini organisasi ulama bukan organisasi politik, walaupun sudah pernah. Pada waktu itu ulama butuh melakukan (dan) melaksanakan peran politik demi hajat dari kehidupan berbangsa (dan) bernegara pada waktu itu, dan ketika hajat itu sudah tercukupi maka dinyatakan bahwa NU kembali ke khittah pada Muktamar Ke-27 di Situbondo," jelasnya.
Gus Yahya hadir dalam Sidang Pleno Kongres Ke-18 Muslimat NU bersama Bendahara Umum PBNU Gudfan Arif dan Ketua PBNU KH Miftah Faqih. Ada juga Yenny Wahid yang bertindak sebagai Sekretaris Sidang Pleno.
Sebagai informasi, Kongres Ke-18 Muslimat NU saat ini sedang berlangsung sidang pleno, kemudian dilanjut sidang tata tertib (tatib).
Komentar
Posting Komentar