Munas NU 2025: Hukum Jual Beli Karbon Boleh dan Sah - NU Online

 

Munas NU 2025: Hukum Jual Beli Karbon Boleh dan Sah

Jakarta, NU Online

Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama 2025 menetapkan bahwa carbon trading atau jual beli karbon di Indonesia hukumnya sah dan boleh dilakukan.


““Keputusan jual beli karbon dengan model pertama cap and trade maupun model kedua offset emisi hukumnya boleh dan sah dengan memakai pola transaksi Ba’i al-Huquq al-Ma’nawiyyah atau jual beli hak-hak imateriil,” ujar Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah KH Muhammad Cholil Nafis, pada Sidang Pleno Munas Alim Ulama NU di Hotel Sultan, Jakarta Pusat pada Kamis (6/2/2025).


Kiai Cholil Nafis menjelaskan bahwa carbon trading merupakan salah satu isu lingkungan di tingkat internasional. Bahkan terdapat keputusan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dan Plan Bali mengenai hal tersebut dengan tujuan dapat membuat lingkungan serta alam yang sejuk.


Ia menyampaikan bahwa terdapat dua model transaksi jual beli karbon, yaitu sistem cap and trade, dan offset emisi dengan menunjukkan bukti Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK). SPE-GKR merupakan surat bentuk bukti pengurangan emisi oleh usaha dan/atau kegiatan yang telah melalui pengukuran, pelaporan, dan verifikasi oleh lembaga terkait.


Pertama, sistem cap and trade. Kiai Cholil menjelaskan bahwa setiap pelaku usaha diwajibkan untuk mengurangi emisi GRK dengan adanya penetapan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE) atau emission cap yang ditetapkan oleh Kementerian sektor terkait. Ada lima sektor yaitu energi, kehutanan, industri, limbah, dan pertanian.


Ia mencontohkan pada perusahaan industri yang hanya mendapatkan kapasitas maksimal emisi karbon sebanyak 100 ton CO2. Namun, terdapat sebuah perusahaan yang menggunakan lebih dari 100 ton CO2 yang disebut sebagai defisit (pengeluaran besar) karbon, dan terdapat juga sebuah perusahaan yang menggunakan kurang dari 100 ton CO2 yang disebut sebagai surplus (sisa) karbon.


“Jadi antara perusahaan dengan perusahaan yang maksimalnya 100, cuman yang satu sampai 120 yang disebut dengan defisit, kemudian ada yang cuman 20 ini berarti ada surplus, kemudian yang defisit membeli kepada yang surplus, yang disebut juga dengan cap and trade,” ujar Kiai Cholil.


Kedua, sistem offset emisi. Kiai Cholil menyampaikan dalam sistem ini yang diperdagangkan adalah hasil penurunan emisi atau peningkatan penyerapan dan penyimpanan karbon.

 

Penurunan emisi GRK ini dicapai melalui pelaksanaan kegiatan mitigasi yang bertujuan mengendalikan perubahan iklim, seperti penanaman pohon di lahan luas yang pohonnya dapat menghasilkan oksigen (O2) sehingga dapat membantu mengurangi jumlah GRK di atmosfer. 


”Ada yang dari lingkungan, seperti kita punya tanah wakaf, ditanami pohon kemudian menghasilkan oksigen bisa mengurangi emisi karbon sehingga sertifikatnya bisa dijual,” katanya.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin9 


 Postingan Lainnya 

Baca Juga