Munas NU 2025 Dorong Pemerintah Bikin Regulasi Larangan Minuman Beralkohol
Jakarta, NU Online
Minuman beralkohol adalah minuman yang diharamkan dalam ajaran Islam. Pelarangan konsumsi minuman beralkohol dalam ajaran Islam dimaksudkan sebagai upaya dari menjaga akal pikiran (hifz al-‘aql) dan menjaga jiwa (hifdz al-nafs).
Oleh karena itu, Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) 2025 mendorong pemerintah untuk membuat regulasi tentang larangan minuman beralkohol.
Hal itu disampaikan Sekretaris Komisi Bahtsul Masail Idris Masudi dalam sidang Pleno di Hotel Sultan, Kamis (6/2/2025).
Idris juga menjelaskan bahwa para ulama melihat pembatasan umur dalam aturan pemerintah mengenai hal tersebut belum mencakup pada aspek pengendalian.
"Artinya, bahwa pembatasan usia dengan tujuan pengendalian tidak dibenarkan bahwa regulasi yang dikeluarkan pemerintah tidak berdasarkan pada aspek umur, tapi melihat pada aspek lain, seperti kesehatan, norma adab maupun agama," ujarnya.
Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah memutuskan bahwa melarang setiap orang untuk mengonsumsi, mengimpor, mendistribusikan dan memproduksi segala minuman yang mengandung alkohol dan atau minuman yang memabukkan.
Pemerintah, lanjutnya, harus memberikan sanksi tegas berupa pidana penjara dan atau hukuman denda bagi siapa saja yang dengan sengaja, mengonsumsi, mengimpor, mendistribusikan, dan memproduksi jenis minuman yang beralkohol dan atau yang memabukkan.
Di samping itu, hukuman berupa pidana penjara dan atau denda dikecualikan dalam keadaan ada alasan pembenar dan alasan pemaaf berdasarkan Undang-Undang. Sementara larangan bagi setiap orang untuk mengonsumsi, mendistribusikan, menyimpan, atau mengimpor, dan mendistribusikan itu tidak ada batasan umur.
"Dan, karena RUU masih berulangkali masuk prolegnas dan tak kunjung disahkan maka rekomendasi agar pemerintah dalam hal ini DPR kembali segera disahkan UU tersebut dengan melibatkan berbagai pihak termasuk NU," jelasnya.
Alasan kebijakan pelarangan pengendalian alkohol dibahas
Dalam kesempatan itu, Idris juga menjelaskan sejak Pra Munas sudah menyampaikan bahwa RUU tentang minuman beralkohol sudah lima tahun di DPR tak kunjung terselesaikan.
Dalam persoalan ini, para kiai yang ada dalam Komisi Qanuniyah membahas tentang pengendalian minuman alkohol yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 20 tahun 2014 yang diubah dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 25 Tahun 2019, serta dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) di berbagai daerah.
Pasal Pasal 15 Permendag yang berbunyi Penjualan Minuman Beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) hanya dapat diberikan kepada konsumen yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih dengan menunjukkan kartu identitas kepada petugas/pramuniaga.
"Persoalan ini muncul karena ada ketentuan Minuman Beralkohol dengan batas usia minimal 21 tahun yang dibuktikan dengan kartu identitas," ujarnya.
Idris mengatakan hal ini bagian dari upaya pemerintah untuk mengendalikan peredaran minuman beralkohol agar tidak dijual ke konsumen di bawah umur 21 tahun.
Namun, di sisi lain, aturan ini secara implisit menegaskan pemerintah "melegalkan peredaran minuman beralkohol" yang mana, minuman beralkohol merupakan minuman yang diharamkan dalam Islam.
Dari dua aspek ini, imbuh Idris, muncul permasalahan bagaimana hukum pemerintah membuat regulasi tentang pengendalian minuman beralkohol. Kemudian bagaimana hukum pembatasan umur konsumen minuman beralkohol?
"Perdebatannya dalam komisi ada yang punya konsen melarang total dan juga punya konsen pengendalian," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar