Kongres Keluarga Maslahat NU Usulkan Pakta Komitmen Relasi Suami-Istri - NU Online

 

Kongres Keluarga Maslahat NU Usulkan Pakta Komitmen Relasi Suami-Istri

Jakarta, NU Online

Kongres Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama yang digelar pada 31 Januari hingga 1 Februari 2025 merekomendasikan kepada Kementerian Agama untuk membacakan Pakta Komitmen Relasi Maslahat Suami-Istri bersamaan dengan bacaan sighat ta'liq talak setelah akad nikah dilangsungkan. 


Ketua PBNU Bidang Kesejahteraan Rakyat Alissa Wahid mengatakan pakta ini bertujuan untuk membangun kualitas keluarga yang lebih baik dengan landasan Islam, khususnya untuk keluarga Islam.


"Kami merekomendasikan Kementerian Agama terutama Kantor Urusan Agama (KUA) untuk membacakan pakta komitmen relasi maslahat suami istri," kata Alissa ditemui NU Online usai Konferensi Pers Munas Konbes 2025 di The Sultan Hotel dan Residance Jakarta, Kamis  (6/2/2025).


Alissa menyebutkan selama ini ikrar yang ada di KUA hanya pembacaan sighat ta'liq, yaitu perjanjian yang diucapkan oleh suami setelah akad nikah, yang berisi janji talak bersyarat saja. 


Ia mengusulkan agar KUA menambahkan pakta relasi yang maslahat untuk suami-istri. "Jadi ada ikrar untuk menghargai perkawinan sebagai janji suci dan menghargai komitmen yang mengikat atau mitsaqan ghalizha," kata Alissa.


Alissa berharap dengan penambahan ikrar ini, pasangan suami istri tidak gampang berpikir kalau tidak cocok langsung cerai.


Ikrar itu berisi lima poin. Pertama, soal menghargai komitmen akad nikah sebagai komitmen janji suci. Kedua, relasi yang bemitra (zawaj). Sebagai suami-istri, kata Alissa, pasangan harus melihat segala sesuatu dengan perspektif sebagai pasangan, bukan hanya berdasarkan ego masing-masing.


Ketiga, ikrar bahwa suami-istri akan selalu bermusyawarah dalam mengambil keputusan dalam banyak hal yang berkaitan dengan rumah tangga. Keempat, ikrar untuk saling berlaku baik satu sama lain, yaitu pasangan suami-istri saling merawat dengan baik. Kelima, ikrar bahwa dalam hubungan suami-istri, sikap ridha antar pasangan harus diutamakan.


"Jadi, tidak boleh memikirkan kepentingan pribadi, tetapi harus memikirkan apakah pasangan saya akan ridha atau tidak terhadap apa yang kita lakukan," jelasnya.


Ia mencontohkan, ketika suami ingin berpoligami, dia akan berpikir ulang apakah istrinya setuju atau tidak. "Jadi ikrar itu yang kita ingin dibaca oleh pasangan suami istri pada saat selesai akad nikah bersama penghulu," ucap Wakil Satuan Tugas GKMNU itu.


Mengenai kewajiban nafkah dan hal-hal teknis lainnya, Alissa menekankan bahwa hal yang lebih penting adalah bagaimana memperlakukan pernikahan sebagai sesuatu yang sakral.


"Jadi ikrar itu sudah diteken pada saat sighat takliq. Jika akad nikah sekaligus bisa berikrar untuk memperlakukan pasangan dengan baik menghargai komitmen dan seterusnya," jelasnya.


Kongres Keluarga Maslahat NU menganggap bahwa ikrar ini sangat penting, agar pasangan suami-istri tidak melakukan perkawinan dengan meremehkan komitmen pernikahan itu sendiri. "Inilah hal-hal yang menjadi perhatian kami," pungkas Alissa.


Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2024 bahwa 1 dari 5 perempuan masih mengalami KDRT, Kongres KMNU memandang salah satu akar penyebabnya adalah relasi dalam keluarga yang tidak maslahat. 


Ketidakmaslahatan relasi ini berakar dari pandangan bahwa perempuan adalah pelayan keluarga, KDRT adalah cara mendisiplinkan perilaku yang menyimpang (nusyuz).  Untuk menegakkan pilar-pilar keluarga maslahah, yakni perkawinan sebagai ikatan tanggung-jawab yang kokoh (mitsaqan ghalizhan), relasi yang bemitra (zawaj), ruang saling bebuat baik (mu'asyarah bil ma’ruf), dan keputusan diambil secara musyawarah (syura).

Baca Juga

Komentar

 Pusatin9 


 Postingan Lainnya 

Baca Juga