Kultum Ramadhan: Menjaga dan Merawat Lingkungan sebagai Wujud Keimanan - NU Online

 

Kultum Ramadhan: Menjaga dan Merawat Lingkungan sebagai Wujud Keimanan

'Bulan Ramadhan merupakan momen yang tepat bagi umat Islam untuk berlomba-lomba meningkatkan amal saleh dan berbuat baik kepada sesama. Selama sebulan penuh, umat Islam diperintahkan untuk tidak hanya menahan lapar dan dahaga, melainkan juga melatih diri untuk kembali mengatur ritme kehidupan sesuai dengan ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin.
 

Sebagai agama paripurna, Islam memiliki aturan yang meliputi kehidupan manusia. Hampir semua aspek kehidupan memiliki aturan tersendiri dalam Islam. Namun, semua itu bukan berarti menunjukkan Islam adalah agama yang rumit dan banyak aturan. Melainkan justru aturan itu membantu untuk mengarungi kehidupan di dunia agar sesuai dengan perintah Allah swt dan tuntunan Nabi Muhammad saw. 
 

Di antara aturan yang berlaku ialah Islam mengatur bagaimana umatnya untuk menjaga dan merawat lingkungan di sekitarnya. Dalam praktiknya, ada banyak anjuran Islam dalam usaha merawat dan menjaga lingkungan, di antaranya ialah dengan cara menanam pohon. 
 

Nabi Muhammad saw bersabda:
 

عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا ‌مِنْ ‌مُسْلِمٍ ‌يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً، وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ، وَلَا يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ
 

Artinya, "Dari Jabir, ia berkata: 'Rasulullah saw bersabda: 'Tidak ada seorang muslim yang menanam pohon kecuali sesuatu yang dimakan dari pohon tersebut bernilai sedekah. Apa saja yang dicuri darinya bernilai sedekah. Yang dimakan hewan buas darinya bernilai sedekah, juga apa yang dimakan burung dari pohon itu bernilai sedekah. Tidak ada seorangpun yang menguranginya kecuali bernilai sedekah'.” (HR Muslim).
 

Di sisi lain, selain menganjurkan untuk menjaga dan merawat lingkungan. Dalam usaha merawatnya, Islam juga dengan tegas melarang perbuatan merusak lingkungan. Hal tersebut meliputi segala aspek kehidupan mulai dari lingkungan alam maupun manusia itu sendiri.
 

Dalam Al-Qur’an, Allah dengan tegas melarang berbuat kerusakan terhadap lingkungan.
Allah berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 56:
 

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
 

Artinya, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (QS Al-A’raf: 56).
 

Allah dengan tegas melarang berbuat kerusakan di muka bumi. Kata “al-ifsad” pada ayat memiliki makna berbuat kerusakan. Fakhruddin Ar-Razi menjelaskan, maksud kalimat tersebut mencakup lima larangan dalam berbuat kerusakan di muka bumi. Lima hal yang menjadi elemen penting dalam tercapainya tujuan kemaslahatan lingkungan.  
 

Kelima larangan tersebut ialah:

  1. Melakukan kerusakan pada badan, mencakup melakukan pembunuhan, baik bunuh diri atau membunuh orang lain, atau memotong anggota badan dan menciderainya. 
  2. Melakukan kerusakan pada harta, mencakup seperti halnya mencuri, mengghasab, dan berbagai macam tipu daya lainnya.
  3. Melakukan kerusakan pada agama, dengan melakukan kekufuran dan bid’ah.
  4. Melakukan kerusakan pada keturunan dengan zina, sodomi dan yang lainnya.
  5. Merusak akal dengan meminum minuman yang memabukkan.
 

Kelima hal di atas adalah bagian penting dari perjalanan kehidupan manusia di dunia. Sebab kemaslahatan kehidupan akan dapat dicapai dengan menjaganya. (Mafatihul Ghaib, [Beirut, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi], juz XIV, halaman 283).
 

Adapun menjaga dan merawat lingkungan termasuk ke dalam lima bagian di atas. Sebab pada dasarnya dengan menjaga lingkungan, kita turut andil menjaga badan, harta, agama, keturunan serta akal kita untuk bisa tetap menjalankan ibadah kepada Allah swt.
 

Imam Al-Qurthubi menjelaskan, makna  ayat di atas mencakup larangan berbuat kerusakan baik sedikit maupun besar.
 

أَنَّهُ سُبْحَانَهُ نَهَى عَنْ كُلِّ فَسَادٍ قَلَّ أَوْ كَثُرَ بَعْدَ صَلَاحٍ قَلَّ أَوْ كَثُرَ. فَهُوَ عَلَى الْعُمُومِ عَلَى الصَّحِيحِ مِنَ الأقْوَالِ. وَقَالَ الضَّحَّاكُ: مَعْنَاهُ لَا تُعَوِّرُوا الْمَاءَ الْمَعِينَ، وَلَا تَقْطَعُوا الشَّجَرَ الْمُثْمِرَ ضِرَارًا.
 

Artinya, “Allah melarang berbuat kerusakan baik sedikit maupun banyak terhadap sesuatu yang baik. Perintah ini bersifat umum. Ad-Dhahak berkata: 'Maknanya ialah jangan mengotori sumber mata air, dan jangan pula memotong pohon yang sedang berbuah sebab akan menimbulkan kerusakan'.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Kairo, Darul Kutub Al-Misriyah], juz VII, halaman 226).

Menjaga dan merawat lingkungan bisa dengan dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Di antaranya bisa dengan memulai seperti:

  1. Membiasakan diri dan keluarga untuk tidak membuang sampah sembarangan.
  2.  Membiasakan diri dan keluarga dalam menjaga kebersihan lingkungan.
  3. Mendaur ulang sampah yang bisa didaur ulang.
  4. Meminimalisir pembuangan makanan sisa dengan membeli makanan secara proposional.
     

Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan di atas ialah, merawat dan menjaga lingkungan sama saja dengan menjaga keamanan dan kenyamanan kita dalam beribadah kepada Allah.
 

Menjaga lingkungan bisa dimulai dari diri kita dan orang di sekitar kita. Bisa dengan hal-hal kecil di sekitar kita, misalnya dengan membuang sampah di tempatnya. 
 

Dalam momentum Ramadhan ini, marilah kita bersama menjaga dan merawat lingkungan di sekitar kita dengan niat menjalankan perintah agama. Agar kita bisa maksimal dalam beribadah kepada Allah swt.

Wallahu a’lam.

Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Khas Kempek Cirebon dan Mahad Aly Saiidussiddiqiyah, Jakarta.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin9 


 Postingan Lainnya 

Baca Juga