Kultum Ramadhan: Mengelola Waktu dengan Baik di Bulan Suci - NU Online

 Romadhon 

Kultum Ramadhan: Mengelola Waktu dengan Baik di Bulan Suci

Ketika Ramadhan tiba, seringkali terjadi perubahan pada rutinitas sehari-hari. Contoh paling sederhana adalah pola makan dan minum yang tidak lagi dapat dilakukan pada siang hari, karena setiap Muslim dituntut untuk menahan kedua aktivitas tersebut selama bulan suci ini.

 

Selain itu, dampak lain saat Ramadhan adalah aktivitas malam hari. Kegiatan keagamaan seperti shalat tarawih, tadarus Al-Qur’an, memasak untuk sahur, bahkan begadang untuk membangunkan sahur, merupakan beberapa contoh yang mengubah ritme kehidupan menjadi tidak seperti biasanya. Dengan kata lain, kehadiran Ramadhan sedikit banyak mengubah pola aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari.

 

Hal-hal yang tampak sederhana ini ternyata terkadang mempengaruhi kegiatan siang hari. Sayangnya, pengaruh tersebut sering kali bersifat negatif, seperti stamina tubuh yang kurang fit dan rasa kantuk, yang berdampak pada kualitas dan profesionalitas kinerja. Pada tahap ini, kewajiban berpuasa saat Ramadhan menjadi tantangan tersendiri.

 

Artinya, keharusan menahan makan dan minum serta segala aktivitas baru lainnya saat Ramadhan tidak perlu dijadikan beban. Hal ini justru dapat menimbulkan pikiran bahwa kewajiban Ramadhan adalah sebuah tanggungan, yang biasanya terasa berat dan menyusahkan. Ini adalah hal dasar yang perlu dipertegas terlebih dahulu.

 

Dengan cara berpikir seperti itu, ketika Ramadhan tiba, seyogianya kita merasa gembira karena mendapatkan tantangan baru, yaitu beradaptasi dengan ritme aktivitas yang tidak seperti biasanya. Membagi kewajiban duniawi dan ukhrawi perlu diseimbangkan agar tidak terjadi ketimpangan. Oleh karena itu, mengatur waktu dengan rutinitas baru harus dilakukan dengan cerdas dan tepat.

 

Berbicara tentang waktu dan pengelolaannya, terdapat ayat yang cukup populer terkait hal ini, yaitu:

 

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3

 

Artinya, “(1) Demi masa, (2) sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, (3) kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr)

 

Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya, al-Jami’ li Ahkam al-Quran, mengutip pendapat Syekh Ibrahim yang menyatakan bahwa manusia, ketika mendiami dan menua di bumi, akan mengalami fase kekurangan dan kelemahan, kecuali orang-orang beriman yang akan mendapatkan imbalan atas jerih payah dan beragam usaha yang dilakukan saat masa muda.

 

Maksud dari fase kurang dan lemah di sini adalah ketika seseorang telah mencapai usia senja, di mana mereka tidak lagi leluasa melakukan aktivitas akibat perubahan kondisi tubuh. Bekerja di sawah, kantor, pasar, dan lain sebagainya tidak dapat dilakukan dengan bebas seperti saat masih muda. Begitu pula, fungsi beberapa organ tubuh biasanya mengalami penurunan dibandingkan dengan waktu ketika seseorang dalam keadaan sehat dan bugar.

 

Hal ini juga berlaku dalam masalah ibadah. Ketika seseorang memasuki usia 60 hingga 70 tahun ke atas, mereka sering kali mengalami keterbatasan. Misalnya, gerakan shalat menjadi lamban, dan kemampuan untuk berpuasa menjadi berkurang, bahkan ada yang tidak mampu berpuasa sama sekali. Agama telah memberikan aturan bagi kelompok ini, yaitu diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan tidak melakukan qadha’, sehingga mereka hanya perlu membayar fidyah. Namun, sebelum masa-masa tersebut tiba, sepatutnya kita memperbanyak amal ibadah terlebih dahulu.

 

Berkaitan dengan pengelolaan waktu juga, Rasulullah SAW bersabda:

 

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ 

Artinya, “Ada dua kenikmatan di mana banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang.” (HR Bukhari)

 

Hadits ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya mengelola waktu dengan baik, terutama di bulan puasa. Selama Ramadhan, umat Islam diberikan kesempatan untuk meningkatkan ibadah dan kebaikan, namun sering kali mereka terjebak dalam rutinitas yang tidak produktif. Nikmat sehat memungkinkan kita untuk menjalani ibadah dengan baik, sementara waktu senggang yang ada seharusnya dimanfaatkan untuk memperbanyak amal, seperti membaca Al-Qur’an, berdoa, dan bersedekah.

 

Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk mengelola waktu dengan bijak, memprioritaskan kegiatan yang mendekatkan diri kepada Allah, dan tidak menyia-nyiakan kesempatan berharga ini. Dengan memanfaatkan kedua nikmat tersebut secara optimal, kita dapat meraih keberkahan dan pahala yang berlipat ganda di bulan suci ini.

 

Walhasil, ketika Ramadhan tiba, pengaturan pola aktivitas harus dilakukan dengan cermat. Apalagi jika kita merujuk pada ayat yang menyatakan bahwa Allah bersumpah dengan waktu, yang menunjukkan bahwa waktu adalah makhluk yang berharga dan istimewa. Terlebih lagi, di bulan Ramadhan, seperti yang kita ketahui, ganjaran yang akan diperoleh sangat luar biasa.

 

Dengan demikian, kehadiran bulan Ramadhan tidak seharusnya dipandang sebagai momok yang mengakibatkan perubahan dalam aktivitas sehari-hari. Justru, mari kita jadikan bulan ini sebagai momentum untuk mengumpulkan bekal pahala dan imbalan sebanyak mungkin demi masa depan yang cerah, baik di dunia maupun di akhirat. Jika kita berhasil, maka kita akan mencapai tujuan utama kehidupan ini: kebahagiaan di dunia dan akhirat (as-sa’adah fid darain).

 

Ustadz M. Syarofuddin Firdaus, Dosen Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah Ciputat

Baca Juga

Komentar

 Pusatin9 


 Postingan Lainnya 

Baca Juga