Khutbah Jumat: Melihat Tabiat Buruk Manusia dalam Al-Quran

Pepatah mengatakan, jika tidak tahu penyakit, maka kita sulit menemukan obatnya. Demikian halnya dengan sifat dan tabiat yang menimpa diri manusia. Jika belum mampu mengidentifikasi sifat dan tabiat buruk tersebut, bagaimana kita bisa mengatasinya.
Maka khutbah Jumat kali ini, “Melihat Tabiat Buruk Manusia dalam Al-Quran,” berusaha menguraikan sebagian tabiat buruk yang diungkap oleh Al-Quran. Dengan harapan, setelah mengetahui dan menyadarinya, kita lebih mudah mengobatinya. Untuk mencetak, silakan klik fitur download warna merah di desktop pada bagian atas naskah khutbah ini.
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ اهْتَدَى الْمُهْتَدُوْنَ، وَبِعَدْلِهِ ضَلَّ الضَّالُّوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ. وَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخَلِيْلُهُ الصَّادِقُ الْمَأْمُوْنِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ هُمْ بِهَدْيِهِ مُسْتَمْسِكُوْنَ، وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ. وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَتِهِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ. إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ خُلِقَ هَلُوعًا، إِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ جَزُوعا، وَإِذَا مَسَّهُ ٱلۡخَيۡرُ مَنُوعًا،صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ
Sidang Jumah yang dirahmati Allah
Pertama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. Dzat yang tak henti-hentinya melimpahkan karunia dan nikmat-Nya kepada kita semua. Shalawat teriring salam semoga tercurah kepada Baginda Alam, Habibana Muhammad SAW, juga kepada para sahabat, para tabiin, tabi’ tabiin-nya, hingga kepada kita semua selaku umatnya.
Tak lupa melalui mimbar yang mulia ini, khatib berwasiat khusus kepada diri sendiri, umum kepada jamaah Jumat sekalian, marilah kita sama-sama meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Sebab, hanya dengan bekal iman dan takwa kita bisa lebih memaksimalkan ketaatan kita kepada-Nya dan menjauhkan diri dari segala bentuk larangan-Nya.
Sidang Jumah yang dirahmati Allah
Selaku manusia kita terkadang tidak sadar akan tabiat asli dan kelemahan diri kita sendiri. Akibatnya, kita tak bisa lepas dari tabiat dan kelemahan itu. Padahal, jauh-jauh hari, Allah telah menggambarkan bagaimana sifat, tabiat, dan kelemahan tersebut.
Di antara sifat dan tabiat manusia yang diungkap Allah dalam surah Al-Ma’arij ayat 19-21 adalah:
إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ خُلِقَ هَلُوعًا، إِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ جَزُوعٗا، وَإِذَا مَسَّهُ ٱلۡخَيۡرُ مَنُوعًا
Artinya, “Sesungguhnya manusia diciptakan dengan sifat keluh kesah. Apabila ditimpa keburukan (kesusahan), ia berkeluh kesah. Apabila mendapat kebaikan (harta), ia amat kikir,” (QS. Al-Ma’arij [70]: 19-21).
Lantas, siapa yang dimaksud dengan “manusia” pada ayat tersebut? Menurut Al-Qurthubi, maksud manusia dalam ayat itu adalah manusia yang beriman, mengingat pada ayat ke-22-nya, disebutkan “kecuali orang-orang yang shalat.”
Orang yang shalat dalam konteks ini tentu orang yang beriman. Sementara makna kufur pada Tafsir al-Qurthubi, kufur dalam pengertian kufur nikmat dan tidak bersyukur. Dan sifat ini tidak hanya dimiliki orang yang kafir, karena dalam tubuh orang mukmin sendiri pun masih kerap dijumpai. Lihat: Tafsir Al-Quthubi, terbitan Darul Kutub, Kairo Tahun 1964, Jilid 2, hal. 289.
Sidang Jumah yang dirahmati Allah
Setidaknya ada tiga sifat yang disebutkan dalam ayat di atas, yaitu halu’a, jazu’a, dan manu’a:
Pertama, manusia memiliki sifat halu’a, yakni sifat ingkar, tak pernah kenyang, mudah bosan, dan tak sabar, sebagaimana tafsir ayat:
إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ خُلِقَ هَلُوعًا
Mengutip pendapat Adh-Dhahak, Al-Qurthubi dalam Tafsirnya menyebutkan, makna kata halu’a di sana adalah ‘kufur’ dalam arti ingkar, tidak syukur, dan dan tidak mengakui nikmat Allah.
Lebih lanjut Al-Qurthubi menjelaskan, secara bahasa, menurut Mujahid dan Qatadah, kata halu’a artinya keinginan yang menggebu gebu dan keluhan terburuk. Ada pula yang memaknai kata halu’a dengan tidak sabar jika menginginkan kebaikan atau keburukan, sehingga mudah melakukan sesuatu yang tak pantas.
Kemudian menurut Ikrimah, halu’a artinya ‘mudah bosan’ dan ‘mudah lelah’, sedangkan menurut Adh-Dhahak, artinya bisa juga tidak pernah kenyang.
Sidang Jumah yang dirahmati Allah
Kedua, manusia memiliki sifat jazu’a, artinya suka mengeluh, terutama saat ditimpa keburukan, sebagaimana tafsir ayat:
إِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ جَزُوعٗا
Pada ayat berikutnya, Allah menjelaskan sifat manusia lainnya, yakni memiliki sifat jazu’a. Menurut Tsa’lab, penjelasan sifat jazu’a sendiri adalah, ketika ditimpa keburukan, manusia suka mengeluh, mengadu, protes, tidak syukur, dan tidak bersabar.
Jadi sampai di sini, manusia itu memiliki sifat bawaan: kufur, ingkar, suka mengeluh, resah, gundah, galau, mudah bosan, tidak sabar, terutama di saat mengebu-gebunya keinginan dan harapan. Ia terbelenggu oleh keinginannya sendiri. Akibatnya, jika keinginan itu tidak tercapai, ia mudah frustasi dan menyalahkan siapa saja.
Ketiga, manusia memiliki sifat manu’a, yaitu ketika diberi kebaikan, ia kikir, pelit, dan tidak syukur.
وَإِذَا مَسَّهُ ٱلۡخَيۡرُ مَنُوعًا
Masih menurut Tsa’lab, jika mendapat kebaikan, nikmat, atau anugerah, manusia suka kikir, tidak mau berbagi, bahkan tidak ingat kepada yang menganugerahinya.
Walhasil, seperti yang ditegaskan Ibnu Kaisan, manusia itu tercipta dalam keadaan gemar menyukai apa yang disenangi dan diridainya serta menjauhi apa yang tidak disukai dan dibencinya. Padahal, Allah memerintah untuk menginfakkan apa yang disukainya dan bersabar menghadapi perkara yang tidak disukai. Sehingga tak heran, menurut Abu Ubaidah, jika ditimpa kebaikan, manusia itu tidak mau bersyukur, serta ditimpa kesusahan tidak mau bersabar.
Manusia terkadang lupa, dirinya hanya bisa berkeinginan, yang menentukan tetaplah Allah. Sebesar apa pun keinginan, keputusannya tetap harus sesuai dengan kehendak Allah. Sekuat apa pun pun usaha, tidak akan mampu menembus benteng takdir. Demikian seperti yang diungkapkan oleh Syekh Ibnu ‘Athaillah dalam Hikam-nya.
سَوَابِقُ الْهِمَمِ لَا تَخْرِقُ أَسْوَارَ الْأَقْدَارِ
Artinya, “Menggebunya keinginan tidak akan mampu menerobos benteng takdir.” (Lihat: Syarah Al-Hikam, Syekh Muhammad bin Ibrahim, [T.tp: Thaha Putra, t.t]. halaman 6).
Obat dari semua tabiat dan sifat buruk itu adalah berpegang pada apa yang sudah diterangkan Allah dalam ayat berikutnya, yaitu:
إِلَّا ٱلۡمُصَلِّينَ، ٱلَّذِينَ هُمۡ عَلَىٰ صَلَاتِهِمۡ دَآئِمُونَ، وَٱلَّذِينَ فِيٓ أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ مَّعۡلُومٞ، لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ
Artinya, “…kecuali orang-orang yang melaksanakan shalat, mereka yang tetap setia melaksanakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta,” (QS. Al-Ma’arij [70]: 22-30).
Masih ada beberapa ayat lanjutan ayat di atas, namun secara ringkas Allah memberikan penawar atas semua sifat dan tabiat buruk kita di atas, yaitu (1) shalat dengan istiqamah, (2) menyisihkan sebagian harta bagi orang-orang yang tak mampu, (3) membenarkan hari pembalasan, (4) merasa tidak aman atas siksaan Allah, (5) menjaga kemaluan kecuali kepada istri.
Sidang Jumah yang dirahmati Allah
Demikian tabiat buruk kita sebagai manusia. Karena itu, marilah kita berusaha menjauhi sifat-sifat tersebut dengan bersungguh-sungguh mengambil penawarnya. Semoga kita termasuk orang-orang yang berpuasa dan mampu menjauhi semua sifat buruk itu.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاهُ نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ يَا مُيَسِّرَ كُلِّ عَسِيْرٍ ، وَيَا جَابِرَ كُلِّ كَسِيْرٍ، وَيَا صَاحِبَ كُلِّ فَرِيْدٍ، وَيَا مُغْنِيَ كُلِّ فَقِيْرٍ، وَيَا مُقَوِّيَ كُلِّ ضَعِيْفٍ، وَيَا مَأْمَنَ كُلِّ مَخِيْفٍ، يَسِّرْ عَلَيْنَا كُلَّ عَسِيْرٍ، فَتَيْسِيْرُ الْعَسِيْرِ عَلَيْكَ يَسِيْرُ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Ustadz M. Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.
Komentar
Posting Komentar