Dari Upaya Perlindungan Data Pribadi hingga Pencegahan Kekerasan di Lembaga Pendidikan, Bahasan Komisi Rekomendasi Konbes NU 2025 - NU Online
Dari Upaya Perlindungan Data Pribadi hingga Pencegahan Kekerasan di Lembaga Pendidikan, Bahasan Komisi Rekomendasi Konbes NU 2025
![](https://storage.nu.or.id/storage/post/4_3/thumb/komisi-rekomendasi-munas-nu2025-news-nuo07022025_1738861727.webp)
Jakarta, NU Online
Komisi Rekomendasi Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) membahas 5 masalah yang kemudian dirumuskan dan diputuskan menjadi sebuah rekomendasi kepada pemerintah. Pembahasan ini digelar di Hotel Sultan Jakarta, pada Kamis (6/2/2025).
Pada sesi pertama, Sidang Komisi Rekomendasi Konbes NU 2025 yang dipimpin oleh KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) membahas 3 isu yakni perlindungan data pribadi, BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja formal, dan RUU Perampasan Aset.
Selain Gus Ulil, para pimpinan Sidang Komisi Rekomendasi ini adalah Ahmad Suaedy, Fahmy Idries, dan Aiz Abdurrahman.
1. Perlindungan data pribadi
Gus Ulil mengatakan bahwa pembahasan isu perlindungan data pribadi memang sudah kehilangan momentum. Sebab isu ini sempat menjadi perbincangan hangat saat terjadi kebocoran data nasional, beberapa waktu lalu.
Namun ia memastikan bahwa isu perlindungan data pribadi ini tetap relevan sebagai sebuah permasalahan yang dialami warga negara.
"Ini masih relevan, karena kita hidup di dunia digital. Ini jadi edukasi bagi warga kita tentang pentingnya data pribadi. Ini adalah isunya Gen Z dan juga menjadi penting bagi para kiai," katanya.
Fahmy Idries mengatakan bahwa Konbes NU 2025 nantinya akan mendorong pemerintah untuk mempercepat pembentukan Lembaga Perlindungan Data Pribadi agar UU Perlindungan Data Pribadi bisa segera diimplementasikan.
Ia mengusulkan agar Lembaga Perlindungan Data Pribadi harus berdiri independen dan tidak menjadi subordinasi lembaga eksekutif. Ia juga menyoroti soal kebocoran data dan serangan siber data nasional.
Ketua PWNU Sulawesi Barat Adnan Nota memberikan pemaparan mengenai kasus yang terjadi di wilayahnya. Di Sulbar, katanya, sudah terjadi beberapa kasus kebocoran data, bahkan data tersebut dijadikan sebagai jaminan untuk pinjaman online oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Pinjol ini merambah sampai ke PNS dan beberapa kasusnya penyalahgunaan data. Ini (Lembaga Perlindungan Data Pribadi) penting untuk proteksi," katanya.
Ia juga menyoroti agar ada upaya untuk pemilihan nama baik sebagai kompensasi bagi orang yang datanya disalahgunakan untuk pinjaman online atau pinjol.
"Sehingga kalau ada orang yang menggunakan data tidak benar, harus ada tanggungan ekonomi yang harus dia tanggung. Efeknya harus dua kali lipat," katanya.
Aiz Abdurrahman menambahkan, UU Perlindungan Data Pribadi sebenarnya lahir terlambat karena teknologi komunikasi digital yang berlangsung begitu cepat.
Ia juga mengusulkan agar ada rekomendasi berupa punishment atau warning kepada pemerintah terkait dampak dari penyalahgunaan data pribadi.
Peserta sidang dari PWNU Jawa Tengah mengatakan bahwa usulan untuk dibentuknya Lembaga Perlindungan Data Pribadi ini sangat baik. Namun, perlu ada beberapa hal yang harus dilakukan PBNU setelahnya.
"Jadi ketika kita membuat rekomendasi ini dan dipublikasikan, PBNU harus menyiapkan langkah lanjutannya. Karena beberapa kali ada usulan baik untuk pemerintah tapi kita lupa mendorong itu menjadi sebuah kebijakan atau pembentukan baru yang tidak kita awasi berikutnya. Karena ini menyangkut sanksi," katanya.
Gus Ulil menanggapi bahwa Konbes NU 2025 tidak hanya merekomendasikan, tetapi PBNU juga akan mengawal agar kebijakan ini terlaksana.
Menurutnya, isu Perlindungan Data Pribadi ini belum menjadi isu yang penting bagi sebagian masyarakat.
"Biasanya Gen Z yang memahami isu ini. Ini adalah respons PBNU bagi warga NU yang berasal dari kalangan Gen Z. Menurut saya, perlu ada usaha tentang meningkatkan edukasi pentingnya privasi atau perlindungan data pribadi ini. Itu usulan saya," katanya.
Hal ini, lanjut Gus Ulil, bukan hanya sekadar rekomendasi yang akan dizampaikan secara verbal. Namun ia memastikan akan ada langkah lanjutan.
"Nanti ada tim untuk follow up supaya 5 item rekomendasi menjadi kebijakan pemerintah dan DPR," tegasnya.
2. BPJS Ketenagakerjaan untuk pekerja informal
Kemudian, Konbes NU 2025 akan menyusun rekomendasi mengenai perlunya pemerintah menyiapkan BPJS Ketenagakerjaan bagi para pekerja di sektor informal.
Persoalan ini sudah dibicarakan secara serius dengan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dan Menteri Sosial RI Saifullah Yusuf.
Pada Sidang Komisi Rekomendasi Konbes NU 2025 ini hadir juga Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar. Ia memaparkan sejumlah problem di lapangan dan menghitung skema pembayaran yang akan disubsidi atau ditanggung oleh pemerintah untuk pekerja informal.
Peserta sidang dari PWNU Jawa Tengah memaparkan bahwa ada banyak pekerja informal di kelembagaan NU. Ia menyebut ada guru ngaji, marbot masjid, petani, nelayan, dan bahkan pemulung.
Ia mengatakan bahwa data terpadu kesejahteraan sosial milik pemerintah pada implementasinya kerap tidak sejalan dengan yang diharapkan.
Misalnya, penerima bantuan ternyata adalah orang kaya yang bukan termasuk dalam kategori mustahik. Ia juga menekankan agar jangan sampai ketika fiskal negara sudah cukup tetapi NU justru tidak siap menjadi implementator kebijakan. Sementara data yang diambil adalah warga NU.
Ia juga meminta agar menghapus rekomendasi yang memberikan kesempatan pemerintah mengimplementasikan kebijakan secara bertahap.
Pernyataan itu disanggah oleh Ai Rahmayanti, Wasekjen PBNU yang menjadi peserta sidang. Menurutnya, semua hal harus dilakukan secara realistis. Pemerintah pun kini sedang disibukkan oleh Makan Bergizi Gratis yang memakan biaya banyak hingga memangkas anggaran kementerian/lembaga.
"Kita harus realistis. MBG saja kita sudah ngap-ngapan. Kita juga harus realistis apalagi untuk tahun-tahun sekarang, semua anggaran tersedot ke MBG dan IKN," kata Ai.
Pernyataan Ai direspons oleh Ulun Nuha. Ia mengatakan bahwa soal implementasi BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja di sektor informal harus disuarakan agar bisa didengar oleh pemangku kebijakan.
Menanggapi itu, Ahmad Suaedy meyakinkan bahwa Presiden Prabowo saat ini sedang membangun pemerintahan yang populis, sehingga semua aspirasi akan bisa didengarkan.
Gus Ulil mengatakan bahwa PBNU perlu mendengar beberapa masukan karena isu tentang BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja informal ini sangat penting.
"Ini perjuangan kita. Kita sudah bicara dengan Ketum (Gus Yahya) dan Menteri Sosial (Saifullah Yusuf). Ini perjuangan NU untuk khidmah kepada umat, ya ini salah satunya," tegasnya.
Rais Syuriyah Prof M Nuh yang hadir di sela-sela Sidang Komisi Rekomendasi Konbes NU 2025 mengingatkan bahwa pidato Presiden Prabowo dalam Resepsi Harlah Ke-102 NU sangat luar biasa, karena mengucapkan terima kasih kepada NU.
"Bahkan beliau menyebut jumlah pahlawan nasional. Artinya, kita itu sudah disanjung luar biasa, tapi sifatnya masih intangible (tidak berwujud) atau belum bisa disentuh langsung, atau maslahat, sehingga kita ingin mengonversi sanjungan luar biasa itu menjadi sesuatu yang riil yang bisa dirasakan warga NU. Salah satunya mengenai keberpihakan di layanan kesehatan," jelas Prof Nuh.
3. RUU Perampasan Aset
Komisi Rekomendasi Konbes NU 2025 juga membahas soal RUU Perampasan Aset yang tak kunjung disahkan menjadi UU. Menurut Gus Ulil, isu perampasan aset masih relevan dan sedang hangat.
"Kalau NU bicara ini, ini akan mempercepat proses pengesahan RUU ini," jelas Gus Ulil.
Ahmad Suaedy menyatakan bahwa perampasan aset sudah dimulai sejak Presiden Gus Dur. Kala itu, UU Antikorupsi sudah diputuskan tetapi menunggu 1-2 tahun untuk pembentukan lembaga.
"Tetapi Gus Dur berharap agar diberlakukan pasal tertentu, yaitu penyelidikan terhadap kekayaan pejabat negara yang terindikasi korupsi," jelas Suaedy.
Prof Nuh menanggapi bahwa masyarakat Indonesia kini sudah mengetahui betapa rusaknya dan bahayanya korupsi. Karena itu, RUU Perampasan Aset ini bukan hanya menyelamatkan negara tetapi juga bisa menyelamatkan penyelenggara negara.
"Karena dia tahu (asetnya) akan dirampas, maka dia tidak jadi korupsi," katanya.
Menurut Prof Nuh, mentalitas korupsi menjadi suatu hal tidak kalah penting. Ia mengingatkan agar para pengurus NU harus bisa membangun upaya agar tidak sampai terjangkit mentalitas korup.
Definisi korupsi, kata Prof Nuh, adalah seseorang menerima atau mengambil yang melebihi dari haknya. Ia ingin NU mengajak masyarakat lain untuk mendorong segera disahkannya RUU Perampasan Aset ini.
4. Keadilan Tata Ruang
Pembahasan mengenai keadilan tata ruang ini digelar usai jeda makan siang dan shalat zuhur. Kali ini, pemimpin Sidang Komisi Rekomendasi Konbes NU 2025 adalah Rumadi Ahmad. Selain itu, ada juga Ahmad Suaedy dan Fahmy Idries.
Untuk mengawali sidang, Rumadi membacakan latar belakang masalah dari pembahasan yang akan diangkat. Di antaranya mengenai konflik agraria yang kerap muncul akibat adanya pembangunan sebuah daerah.
Ahmad Suaedy menanggapi bahwa isu paling relevan saat ini adalah soal Rempang dan PIK 2. Lalu ia mempersilakan peserta sidang untuk menceritakan berbagai kasus yang terjadi di daerah masing-masing.
Katib PWNU Kepri Bambang Maryono menjelaskan bahwa di Batam, terdapat yayasan yang gulung tikar. Misalnya, ada pesantren yang harus membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) sebesar Rp100 ribu per meter untuk 30 tahun.
Ia juga mengingatkan agar kasus Rempang segera dijadikan sebagai sorotan utama PBNU. Jika tidak, maka akan bisa berdarah-darah.
"Jadi, se-Kota Batam tidak ada hak pribadi, adanya HGB. 30 tahun harus bayar UWTO lagi. Kalau tidak bisa, pemerintah ambil. Bagi pengembang, itu bagus sekali. Tapi bagi yayasan yang tidak mampu, itu jadi beban," jelasnya.
Peserta sidang, M Jadul Maula mengatakan bahwa konflik-konflik biasanya terjadi karena adanya aturan yang dilanggar dalam sebuah pembangunan. Ia mempertanyakan posisi negara atau pemerintah saat konflik sedang terjadi. Bahkan, katanya, negara dengan segala aparaturnya kerap berpihak ke perusahaan.
Rumadi Ahmad menjelaskan bahwa cara menumbuhkan perekonomian di suatu negara adalah melalui investasi. Sementara pihak perusahaan jika hendak menanam investasi itu, mereka ingin agar ada lahan yang jelas dan tidak ada konflik.
5. Kekerasan di Lembaga Pendidikan
Komisi Rekomendasi Konbes NU 2025 membahas masalah kekerasan di lembaga pendidikan, termasuk pesantren. Pemimpin Sidang Komisi Rekomendasi Rumadi Ahmad membacakan layar belakang permasalahan.
Dalam latar belakang itu, data SAKA Pesantren PBNU menyebut bahwa resonansi kasus kekerasan di lembaga pendidikan, termasuk di pesantren, menjadi berlipat ganda karena kekuatan media sosial.
Masyarakat semakin melek aturan, tetapi pada saat yang sama juga makin reaktif dan tidak sabar terhadap isu sensitif seperti kekerasan di lembaga pendidikan. Bahkan, banyak diberitakan kasus main hakim sendiri terhadap pelaku atau lembaga pendidikan.
Karena itu, dampak kasus kekerasan meluas. Bukan hanya pada korban tapi juga pada marwah lembaga pesantren. Ujungnya, NU juga kenal imbas karena lebih dari 70 persen pesantren di Indonesia mengaku berafiliasi ke NU.
Beberapa upaya yang telah dikembangkan oleh negara belum membuahkan hasil perubahan yang signifikan. Misalnya, kebijakan memberantas tiga dosa besar pendidikan dari Kementerian Pendidikan.
Lalu Kebijakan pesantren ramah anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Kementerian Agama.
Regulasi lainnya dibutuhkan sebagai upaya yang lebih efektif dan efisien agar segera bisa mengatasi persoalan ini. NU secara khusus memiliki komitmen untuk penanggulangan kekerasan di lembaga-lembaga pendidikan dan pesantren di bawah naungannya, tapi secara mutlak dibutuhkan penelitian multipihak yang sistematis. Negara juga harus hadir untuk mengorganisasi grand design strategi penanggulangan kekerasan di lembaga pendidikan khususnya pesantren.
Alissa Wahid memberikan respons bahwa kekerasan di lembaga pendidikan,berdasarkan data Simfoni PPPA pada Januari-Oktober 2024 mencapai 19.813 kasus kekerasan terhadap anak dan 1.447 korban terjadi di lembaga pendidikan, termasuk pesantren.
"Ini realita yang sangat ironis karena pesantren itu bukan hanya lembaga pendidikan, tapi agama. Jadi orang masih bisa mencibir ketika kekerasan seksual di perguruan tinggi, tapi sudah masuk tahap menghina ketika bicara kekerasan seksual di pesantren," kata Alissa.
Pada pembahasan isu terakhir ini tidak terlalu banyak ada respons dan perdebatan. Lalu semua rumusan dalam Sidang Komisi Rekomendasi Konbes NU 2025 disepakati. Kemudian akan di serahkan kepada tim harmonisasi dan dibahas di sidang pleno untuk disahkan.
Komentar
Posting Komentar