Hikayat Sang Penguasa Jawa | Republika Online Mobile
Pada 1808 HW Daendels tiba di Batavia dan menjadi pengganti gubernur jenderal Hindia Belanda sebelumnya. Daendels diberi kuasa besar oleh Raja Louis dari Belanda untuk mereorganisasi pemerintah kolonial yang tidak efektif dan lamban.
Sponsored
Sebagai gubernur jenderal yang baru, Daendels segera bertindak. Selain memberantas korupsi, Daendels memerintahkan agar Kota Betawi dibongkar. Ia merobohkan banyak gedung pada masa VOC dan tembok di Kota Lama, terutama Kasteel Batavia dan menetapkan Weltevreden (sekitar Gambir) sebagai daerah pemerintahan yang baru.
Scroll untuk membaca
Dalam Hikayat Mareskalek diceritakan, selama menjadi gubernur jenderal Hindia Belanda, Daendels kerap memberikan gelar "jenderal" pada sejumlah anak buahnya. Hal ini mengherankan para menteri dan priayi yang menyangka bahwa satu-satunya jenderal adalah Daendels.
Ternyata, Daendels menolak dipanggil jenderal. Menurutnya, jenderal adalah "budak" yang melaksanakan pekerjaan yang diminta orang-orang besar. Sebab itu, para priayi dan menteri akhirnya mengusulkan nama Susuhunan Kanjeng Kangsinuhun Mangkurat Mangkubuwana untuk Daendels.
Suatu malam, Daendels bermimpi didatangi Susuhunan (sunan) Kalijaga yang tidak memperbolehkannya menggunakan nama susuhunan. Daendels terbangun, lalu minta diantarkan ke makam kesembilan susuhunan, termasuk Susuhunan Kalijaga yang mengislamkan Pulau Jawa.
Wisata sejarah kali ini bukan saja mengulas sejarah tentang bagaimana Daendels membangun kota baru Batavia, melainkan juga melihat protes rakyat terhadap keangkuhan Daendels. Dia yang merasa pemimpin hebat dan perkasa menjadi durhaka dan akhirnya mendapat peringatan Tuhan melalui Sunan Kalijaga.
Cerita tentang Mareskalek tak berhenti di situ. Abdullah Al Misri juga menuturkan perjalanan pemerintahan Gubernur Jenderal Janssens sepeninggal Daendels dan "Zaman Inggris". Zaman Inggris ditandai dengan jatuhnya Jawa ke tangan Inggris dan sempat berada di bawah pemerintahan Raffles selama beberapa tahun.
Dalam Hikayat Mareskalek, kita dapat melihat kehidupan dan kebijakan Pemerintah Hindia Belanda melalui kacamata seorang keturunan Arab. Dapat dilihat bahwa Abdullah Al-Misri begitu peduli pada politik di Hindia Belanda saat itu.
Bisa dibilang, hikayat semacam ini masih langka dituliskan pada masanya mengingat isinya merupakan uraian kelangsungan kehidupan berpolitik sebuah bangsa, bukan kisah percintaan semata. Tapi, hikayat ini juga sekaligus memperingatkan bahwa sejarah bisa saja berulang. Apakah sejarah memang akan terulang? Jadi, tugas semua yang ada di negara ini untuk mengiringi perjalanan pemerintahan selanjutnya. rep:c85 ed: dewi mardiani
Berita Terkait
Dukung NZE, Pertamina Jalankan Dua Strategi
Lingkungan - 04 July 2024, 18:23Republika Gelar FGD 'Rembuk ESG untuk Indonesia' di Gedung BEI
Nasional News - 04 July 2024, 10:36Muslim Friendly Bagian Konsep Besar Kawasan PIK
Podcast - 17 June 2024, 10:58MES Jabar Sepakat Bersinergi dengan Republika
News Rejabar - 29 May 2024, 19:55Jastip Doa di Depan Ka'bah
Haji Umrah - 10 May 2024, 18:53Rekomendasi

Tidak ada komentar:
Posting Komentar