7 Kriteria Calon Suami Idaman dalam Islam

Salah satu harapan terbesar bagi setiap wanita adalah memiliki pendamping hidup yang ia genggam erat dalam doa. Harapan itu bukan sekadar harta, takhta, atau kemegahan dunia, tetapi seorang suami yang mampu membimbingnya menuju kebahagiaan hakiki, yaitu hadir dalam suka, serta tetap teguh di kala duka.
Sebab, perjalanan hidup seorang wanita tak selalu dipenuhi kebahagiaan, ketenangan, dan tawa. Terkadang, ujian dan cobaan datang menghampiri, menyisakan kegelisahan, keresahan, dan kegundahan. Dalam situasi seperti ini, ia membutuhkan tangan yang kuat untuk menggenggamnya, pundak yang kokoh untuk bersandar, serta pendamping yang peka terhadap keadaannya.
Suami idaman, ya betul. Suami idaman adalah harapan terbesar semua wanita agar menjadi pendamping dalam hidupnya. Membangun keluarga baru dengan harmonis, tenang, damai, dan penuh kasih sayang yang tulus, atau dalam istilah bahasa Arab, ‘sakinah mawaddah wa rahmah’. Suami idaman bukanlah mereka yang sempurna tanpa cela, namun ia yang dengan segala kekurangannya terus berusaha menjadi lebih baik. Berikut ciri-ciri suami idaman dalam Islam:
1. Taat Beragama
Suami idaman adalah ia yang menjadikan agama sebagai fondasi hidupnya. Ia menjaga ibadah wajib dan menunaikannya sesuai dengan ketentuan dan waktunya, dan meninggalkan setiap sesuatu yang dilarang dalam Islam. Ia juga mencari nafkah dan berupaya menyejahterakan keluarganya melalui cara yang halal.
Dengan berpedoman pada ajaran agama, suami tidak akan menafkahi istrinya dengan penghasilan yang haram, ia akan selalu memastikan bahwa nafkah yang diberikannya sesuai dengan tuntunan agama.
Selain itu, akidah atau keyakinannya teguh lurus sesuai dengan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Ia memahami tauhid dengan baik, dan tidak tergoyahkan oleh pemikiran-pemikiran menyimpang.
Taat beragama juga tidak hanya mencakup soal ibadah dan akidah yang benar saja, karena Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, namun juga mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lain, dan mengatur pula hubungan manusia dengan seluruh ciptaan Allah.
Oleh karena itu, suami akan selalu berperilaku baik kepada istri dan anak-anak, berbicara dengan lembut dan memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang. Ia juga akan menghormati orang tua dan mertua, serta menjaga hubungan baik dengan mereka. Berkaitan dengan hal ini, Allah berfirman:
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
Artinya, “Pergaulilah mereka dengan cara yang patut.” (QS An-Nisa’, [4]: 19].
Selain itu, ia juga harus menumbuhkan kasih sayang kepada semua makhluk dan juga ramah lingkungan. Islam mengajarkan kasih sayang, melarang penyiksaan, dan menganjurkan pemenuhan hak-hak makhluk hidup. Ia juga harus memiliki kesadaran lingkungan, menjaga kebersihan, tidak merusak alam, serta memanfaatkan sumber daya dengan bijak.
Dengan sikap-sikap tersebut, ia tidak hanya menjaga hubungan harmonis dengan sesama makhluk, tetapi juga menjalankan peran sebagai khalifah di bumi yang bertanggung jawab atas keseimbangan alam semesta.
2. Memiliki Wawasan Parenting yang Baik
Selain taat beragama, kriteria suami idaman adalah yang memahami betul perihal ilmu parenting, yaitu disiplin ilmu yang mempelajari cara mendidik, merawat, dan membimbing anak agar tumbuh dan berkembang secara optimal, baik dari segi fisik, emosional, intelektual, maupun spiritual. Ilmu ini mencakup berbagai aspek, seperti pola asuh, komunikasi efektif, pemahaman psikologi anak, serta strategi menghadapi tantangan dalam pengasuhan.
Penting bagi seorang suami untuk memahami ilmu parenting dengan baik, karena ia memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin dalam keluarga. Suami tidak hanya bertugas mencari nafkah, tetapi juga memastikan bahwa interaksinya dengan istri dan anak-anaknya adalah interaksi yang sehat dan edukatif.
Dengan memahami ilmu parenting, suami dapat membimbing keluarganya menuju kebaikan serta menanamkan nilai-nilai Islam kepada anak-anaknya dengan bijak. Ia tidak hanya berperan sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pendidik utama dalam keluarga, yang mengajarkan akhlak, tauhid, dan nilai-nilai kehidupan.
Seorang ayah yang memiliki pemahaman parenting yang baik akan mampu membangun hubungan yang penuh kasih sayang dengan anak-anaknya serta membimbing mereka agar tumbuh menjadi pribadi yang saleh.
Berkaitan dengan hal ini, kita dapat mencontoh interaksi Luqman dengan anaknya, yang menyampaikan nasihat dengan kelembutan dan kasih sayang. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِۗ اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ ١٣
Artinya: (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat dia menasihatinya, “Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah! Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu benar-benar kezaliman yang besar.”
3. Memiliki Karakter yang Bagus
Agama adalah fondasi utama dalam kehidupan rumah tangga, tetapi kesempurnaannya terletak pada akhlak yang baik. Sebab, tak jarang seseorang tampak religius namun bersikap kasar, keras kepala, dan sulit diajak berdiskusi. Oleh karena itu, agama harus diiringi dengan akhlak dan karakter yang baik. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَأنْكِحُوْهُ إِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
Artinya, “Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika kalian tidak melakukannya, niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR Tirmidzi dan al-Baihaqi).
Suami yang berakhlak baik mampu berinteraksi dengan lembut, sabar, dan penuh kasih sayang. Selain beragama baik, Rasulullah menekankan pentingnya kualitas karakter.
4. Memiliki Emosi yang Stabil
Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali dalam salah satu kitabnya mengisahkan, bahwa suatu hari terdapat seorang laki-laki mendatangi Imam Hasan al-Bashri, salah satu ulama tersohor saat itu. Kemudian dengan tenang laki-laki itu bertanya, “Wahai Imam, banyak laki-laki yang datang untuk melamar putriku. Lantas, kepada siapa sebaiknya aku menikahkannya?”
Mendengar pertanyaan dari laki-laki tersebut, Imam Hasan Bashri kemudian menjawab agar ia menikahkan dengan laki-laki yang bertakwa kepada Allah, karena dengan ketakwaan itu ia akan memuliakannya, bahkan ketika ia tidak menyukai istrinya pun, ia tidak akan menzaliminya:
قَالَ رَجُلٌ لِلْحَسَنِ قَدْ خَطَبَ ابْنَتِيْ جَمَاعَةٌ فَمِمَّنْ أُزَوِّجُهَا؟ قَالَ مِمَّنْ يَتَّقِي اللهَ فَإِنْ أَحَبَّهَا أَكْرَمَهَا وَإِنْ أَبْغَضَهَا لَمْ يَظْلِمْهَا
Artinya, “Seorang laki-laki bertanya kepada Hasan al-Bashri, ‘Banyak orang telah melamar putriku, maka kepada siapa aku harus menikahinya?’ Ia menjawab: Nikahkanlah dengan seseorang yang bertakwa kepada Allah. Jika ia mencintainya, ia akan memuliakannya. Jika ia membencinya, ia tidak akan menzaliminya.” (Ihya Ulumiddin, [Beirut: Darul Ma’rifah, t.t], jilid II, halaman 41).
Ketakwaan seorang suami pada cerita di atas tidak hanya tercermin dalam ibadah, namun juga perihal bagaimana ia memperlakukan istrinya. Ketika emosi, ketakwaan akan menjaganya dari berlaku kasar, karena ia sadar bahwa dirinya sedang diawasi oleh Allah. Dengan ketakwaan, suami mampu menentukan sikap yang bijak dalam menghadapi perbedaan pendapat di tengah bahtera kehidupan rumah tangga.
Kedewasaan dan stabilitas emosional menjadi kunci dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Suami yang dewasa tidak mudah terpancing emosi, tetapi mampu mengendalikan diri dan berpikir jernih dalam menyikapi setiap permasalahan. Ia tidak membiarkan ego menguasai dirinya, melainkan mencari solusi dengan kepala dingin.
Stabilitas emosional juga membuat suami lebih sabar dan pengertian terhadap istrinya. Ia memahami bahwa setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan sikap ini, ia dapat menciptakan hubungan yang nyaman, penuh kasih sayang, serta membangun komunikasi yang sehat dalam rumah tangga. Sebab, suami yang matang secara emosional tidak hanya menjadi pemimpin, tetapi juga sahabat yang dapat diandalkan bagi istrinya.
5. Memiliki Pandangan Keluarga Maslahat
Suami idaman juga memiliki pandangan keluarga maslahat, yaitu selalu berpikir jauh ke depan demi kebaikan dan kesejahteraan keluarganya. Ia akan memimpin keluarga dan rumah tangganya dengan upaya untuk membawa mereka menuju kondisi yang lebih baik, entah dari segi pendidikan, finansial, dan lain sebagainya.
Ia bertanggung jawab penuh dalam menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, serta penuh kemaslahatan. Berkaitan dengan hal ini, Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً
Artinya, “Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka, keturunan yang lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya).” (QS An-Nisa’ [4]: 9).
Merujuk penjelasan Imam al-Qurthubi (wafat 671 H), ayat ini berhubungan dengan seorang laki-laki yang sedang menghadapi kematian. Kemudian, orang-orang yang hadir di sekelilingnya saat ia berwasiat berkata kepadanya, “Allah pasti akan mencukupi rezeki anak-anakmu. Maka pikirkanlah akhiratmu, wasiatkanlah hartamu di jalan Allah, bersedekahlah, dan merdekakanlah hamba sahayamu.”
Ia kemudian mengikuti saran tersebut. Namun akibatnya, tidak ada sisa harta yang diterima oleh anak-anak dan ahli warisnya. Oleh karena itu, turunlah ayat di atas dan menegaskan bahwa apabila hal ini menyebabkan ia menghabiskan sebagian besar hartanya, atau bahkan menghabiskannya seluruhnya, sehingga merugikan ahli warisnya, maka hal tersebut dilarang (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Riyadh: Daru Alamil Kutub, t.t], jilid V, halaman 50).
6. Memperlakukan Istri dengan Adil
Suami idaman tidak akan merasa bahwa dirinya lebih unggul dari istrinya, sehingga ia tidak menganggap dan memperlakukan istrinya lebih rendah dirinya. Justru ia akan membangun rumah tangga dengan prinsip kesetaraan, tidak ada yang lebih unggul sebagaimana tidak ada yang lebih rendah di antara keduanya. Ia memposisikan istrinya sebagai mitra sejajar dalam perjalanan hidupnya.
Kriteria suami dengan sifat seperti ini akan menjauhkan dirinya dari segala bentuk sikap misoginis. Ia tidak akan merendahkan istrinya, tidak membatasi potensinya, dan tidak menuntut kepatuhan buta yang bertentangan dengan hakikat kemanusiaan. Namun sebaliknya, ia mendukung istrinya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan diimpikan olehnya.
Terdapat beberapa adab-adab seorang suami dalam memperlakukan istri, sebagaimana yang disebutkan oleh Hujjatul Islam al-Ghazali, yaitu berinteraksi dengan baik, bertutur kata yang lembut, menunjukkan cinta kasih, bersikap lapang ketika sendiri, tidak terlalu sering mempersoalkan kesalahan, memaafkan jika istri berbuat salah, menjaga harta istri, tidak banyak mendebat, mengeluarkan biaya untuk kebutuhan istri secara tidak bakhil, memuliakan keluarga istri, senantiasa memberi janji yang baik, dan selalu bersemangat terhadap istri. (al-Adabu fid Din, halaman 18).
7. Mengerti Pengelolaan Finansial Dasar
Selain beberapa poin yang telah disebutkan di atas, ada poin berbeda yang tidak kalah penting untuk diperhatikan suami, yaitu mengerti perihal bagaimana cara mengelola finansial dasar.
Dalam hal ini, suami mampu mengelola finansial rumah tangga, karena mengelola keuangan dengan baik adalah fondasi penting untuk mencapai kehidupan yang stabil. Oleh karena itu, ia tidak hanya bekerja keras untuk mencari nafkah, tetapi juga memahami bagaimana merencanakan, mengatur, dan memprioritaskan pengeluaran keluarga.
Suami juga selayaknya tahu bahwa dalam mengelola keuangan, komunikasi dengan istri adalah hal yang sangat penting. Keduanya harus berbicara secara terbuka tentang anggaran bulanan, tabungan, dan investasi untuk masa depan.
Ia juga tidak mengambil keputusan keuangan sepihak, melainkan melibatkan istrinya dalam setiap keputusan besar, seperti pembelian barang penting atau perencanaan keuangan jangka panjang. Dengan pengelolaan finansial yang matang, suami idaman dapat menciptakan keluarga yang maslahat dan kecukupan materi.
Demikian penjelasan tentang kriteria suami idaman dalam Islam. Semoga beberapa penjelasan di atas dapat menjadi panduan dan inspirasi bagi kita semua untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Wallahu a’lam bisshawab.
Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur, dan alumnus Program Kepenulisan Turots Ilmiah Maroko.
Komentar
Posting Komentar