Kisah Pangeran Diponegoro Bertemu Sunan Kalijaga, Diminta Mengubah Nama dan Diberi Panah Sarutomo - inews

 

Kisah Pangeran Diponegoro Bertemu Sunan Kalijaga, Diminta Mengubah Nama dan Diberi Panah Sarutomo

DALAM Babad Diponegoro diceritakan, Pangeran Diponegoro turun ke tepi laut dan berjalan di sepanjang pantai ke Parangtritis, di mana ia mandi dalam gua sumber air tawar. Ia kemudian tidur di Parangkusumo, boleh jadi di pondok kecil terbuka yang didirikan oleh Sultan kedua.

"Malam harinya terjadilah perjumpaan terakhir. Satu suara, barangkali dari Sunan Kalijaga, ditujukan kepada Diponegoro yang memberitahu tentang akan datangnya penghancuran Yogya dan “awal keruntuhan Tanah Jawa” (wiwit bubrah Tanah Jawa) tidak sampai tiga tahun lagi," kata Sejarawan Peter Carey yang juga penulis buku .P.Diponegoro,"Kuasa Ramalan".

Baca Juga:  Kisah Pangeran Diponegoro di Bulan Puasa dan Ditangkap saat Lebaran

Pangeran diperintahkan mengubah nama agamis­nya dari Ngabdurahim ke Ngabdulkamit dan suatu tanda akan diserah­kan kepadanya berupa panah Sarutomo. Panah ini segera tampak oleh­nya berupa selarik kilatan cahaya yang menembus batu sandarannya be­gitu ia bangkit dari limbungnya.

Ia juga diminta mengawasi ayahnya, Putra Mahkota, pada saat penobatannya menjadi sultan dan dengan ke­ras diperingatkan agar tidak menerima gelar Pangeran Adipati Anom atau putra mahkota yang dianugerahkan kepada dirinya oleh Belanda, “karena hal itu jelas merupakan dosa”. Kemudian, suara itu berakhir dengan pernyataan yang sarat teka-teki.

"Tidak ada yang lain: Engkau sendiri cuma sarana, namun tidak lama, hanya untuk disejajarkan dengan leluhur. Ngabdulkamit, selamat jalan, engkau harus pulang ke rumah!"

Baca Juga:  Bertemu Keturunan Belanda & Prajurit Pangeran Diponegoro di Kota Lasem

Pernyataan terakhir ini mungkin berkaitan dengan ramalan Sultan Agung yang disebutkan saat membahas masa kecil Diponegoro (Kuasa Ramalan, Bab II), khususnya ramalan Sultan Agung bahwa Belanda akan menjajah Jawa selama 300 tahun setelah ia wafat pada 1646 dan bahwa walaupun seorang di antara keturunannya akan bangkit melawan, ia akan dikalahkan.

"Ramalan ini disampaikan kepada ibunda Diponegoro oleh Sultan Mangkubumi yang sudah sepuh.

Makna pernyataan yang lain sedikit lebih jelas. Rujukan pada kehancuran Yogya yang akan terjadi dalam tiga tahun barangkali mengisyaratkan kedatangan Marsekal Herman Willem Daendels sebagai gubernur-jenderal pada 6 Januari 1808 dan penghinaan yang dilakukannya terhadap keraton sultan akibat pemberontakan Bupati Wedana wilayah (mancanagara) timur, Raden Ronggo Prawirodirjo III, November Desember 1810," ungkapnya.

Hal ini menimbulkan serangkaian peristiwa yang kemudian mencapai puncaknya dengan jatuhnya keraton (20 Juni 1812) ke tangan bala tentara Inggris-India di bawah pemerintahan Thomas Stamford Raffles (1811-16), dan penjarahan yang mereka lakukan di keraton itu.

"Pelecehan itu—berupa pencurian benda-benda pusaka keraton yang tak ternilai harganya, dirampasnya seluruh arsip dan naskah keraton, dan penurunan yang semena-mena serta pengasingan Sultan kedua—betul-betul menandai awal “kehancuran tanah Jawa” sebagaimana diramalkan oleh suara di Parangkusumo," paparnya.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Perubahan nama dari Ngabdurahim ke Ngabdulkamit mempunyai makna penting: Ngabdulkamit adalah nama yang disandang oleh Diponegoro selama Perang Jawa dan yang disenyawakan dalam gelarnya sebagai raja, yakni Sultan Erucokro pada Agustus 1825 (Carey 1981a:287 catatan 218; Ricklefs 1974b:244).

Nama itu juga ia gunakan di Manado—di mana segera sesudah tiba, ia meminta dipanggil hanya de­ngan “Pangeran Ngabdulkamit”, bukan “Pangeran Diponegoro”, gelar yang di­teruskannya kepada putranya yang sulung—dan di Makassar di mana ia menyebut diri “fakir” (sengaja hidup sebagai pengemis demi kesempurnaan rohani) Abdulkamit dalam karya-karya tulis keagamaannya.

Menurut Ricklefs, pilihan nama ini mungkin berkaitan dengan ‘Abd al-Hamīd I, Sultan Turki Usmani akhir abad ke delapan belas (bertakhta 1773–1787), raja Turki pertama yang mengaku memiliki kewenangan se­bagai kalifah, pelindung kaum muslim di seluruh dunia (Ricklefs 1974b:241, 2006:210).

Akan dilihat di bawah bagaimana pengakuan ‘Abd al-Hamīd I itu, yang tidak diwujudkan dengan sungguh-sungguh, mungkin saja secara khusus telah menarik perhatian Diponegoro dan para penasihatnya yang haji sebab, sebagaimana ditunjukkan oleh Ricklefs baru-baru ini, dengan mengajukan pernyataan serupa itu Diponegoro bertindak seperti Sultan Rum dalam cerita rakyat Jawa sebagai raja umat Islam sedunia (Ricklefs 2006:210).

Aneka upaya ‘Abd al-Hamīd I untuk memperbarui tentara Turki Usmani dan pengakuannya atas wewenang kalifah dilaporkan semua ke­pada Diponegoro oleh mereka yang pulang dari naik haji. Haji Badarudin, misalnya, yang sudah dua kali naik haji atas biaya Keraton Yogya dan mengabdi kepada Diponegoro selama Perang Jawa, tercatat telah dimintai keterangan oleh Kiai Mojo mengenai contoh-contoh praktik pemerintahan Turki di Mekah diperkirakan pada masa sebelum atau sesudah kota-kota suci diduduki oleh kaum Wahabi, 1803–1812/3).

Lagipula, banyak orang Jawa kagum dengan Kemaharajaan Turki Usmani waktu itu sebagai benteng kekuasaan Islam di Timur Tengah dan sebagai bakal pelindung terhadap meluasnya kekuatan Eropa yang Kristen (Carey 1979:217 catatan 93).

Diponegoro malah pernah menyalin sejumlah pangkat dan nama-nama resimen yang digunakan da­lam kemiliteran Turki Usmani untuk keperluan organisasi militernya. Karena itu pasukan kawal elitenya, yang mengenakan sorban aneka warna dan panji-panji resimen berlambang ular, bulan sabit, dan ayat-ayat Alquran (Van Doren 1851, II:328–9), ditata dalam kompi-kompi dengan nama seperti Bulkio, Turkio, dan Arkio. Nama resimen itu langsung meniru nama-nama Bölüki (dari kata Turki Utsmani bölük, satu regu), Oturaki, dan resimen kawal para sultan Turki Usmani, Janissar Ardia, yang waktu itu baru saja menjalani beragam perubahan penting.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

(Ari)

Baca Juga

Komentar

Baca Juga