Khutbah Jumat: Hidup Minimalis di Tengah Gaya Hidup Konsumtif - NU Online

 

Khutbah Jumat: Hidup Minimalis di Tengah Gaya Hidup Konsumtif

Tidak sedikit yang berpandangan bahwa ukuran kebahagiaan bergantung pada materi yang dimilikinya. Akhirnya hawa nafsu menjangkitinya agar belanja barang-barang yang pada dasarnya bukan kebutuhannya. Akibatnya, rumahnya penuh dengan barang-barang seperti itu. Bahkan tidak sedikit dari barang-barang tersebut yang hanya menjadi penghias belaka ketimbang memakainya. 

 

Dalam konteks ini, naskah khutbah Jumat kali ini hendak mengangkat topik: ‘Hidup Minimalis di Tengah Gaya Hidup Konsumtif.’ Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! (Redaksi).


Khutbah I

 

اَلحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَبِهِ نَسْتَعِيْنَ وَعَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّاهِرِيْنَ وَصَحَابَتِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ
 

فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ. فَقَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَنْ يَّتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَايَحْتَسِبُ، وَقَالَ أَيْضًا: اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ


Para hadirin kaum muslimin yang dimuliakan Allah..

Di awal tahun 2025 ini di media sosial kita sedang ramai digaungkan gerakan ‘no buy challange’, yaitu tantangan agar menahan diri dari membeli barang yang benar-benar tidak dibutuhkan. Artinya, bila bukan kebutuhan primer maka tidak perlu membeli, serta bila membeli barang hanya didasari keinginan, bukan kebutuhan, maka lebih baik diurungkan.


Banyak faktor yang melatari kemunculan gerakan ini, seperti ketidakstabilan perekonomian negara, terlebih ketika ada kenaikan pajak menjadi 12%, peningkatan kesadaran terhadap dampak lingkungan akibat barang-barang yang diproduksi, khususnya yang tidak esensial, yang sering kali meninggalkan karbon yang besar. 


Dengan gerakan ini secara tidak langsung telah berkontribusi mengurangi limbah dan penggunaan sumber daya alam yang berlebihan. Karena sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kondisi alam kita saat ini sedang tidak baik-baik saja. Ini disebabkan oleh banyak dari kita yang terlena dengan gaya hidup konsumtif: membeli barang-barang seperti pakaian, skincare, bahkan kendaraan yang pada dasarnya bukan primer.

 

Para hadirin kaum muslimin yang dimuliakan Allah..

Selain itu, bila kita berkunjung ke toko buku seperti Gramedia, Togamas, dan sebagainya akan kita jumpai beberapa buku dengan judul ‘hidup minimalis’, atau yang semakna dengan itu. Ada pesan yang hendak disampaikan dari maraknya buku-buku tersebut, yaitu dengan hidup apa adanya atau minimalis ini maka kebahagiaan akan tetap bisa tercapai.


Ketika kita membeli barang-barang yang hanya dilandaskan keinginan semata, mungkin kita akan merasa bahagia. Begitu juga sebagian kita mungkin berpikiran kalau memiliki ini itu lebih dari satu dengan model yang beragam kebahagiannya akan bertambah. Termasuk juga ketika ada motif mengalokasikan barang sesuai momentumnya membuat kita merasa harus mempunyai barang-barang tersebut.


Coba kita renungkan bersama: apakah benar kita memperoleh kebahagiaan yang hakiki? Apakah benar kebahagiaan kita bertambah seiring memperbanyak barang-barang di rumah? Atau jangan-jangan itu strategi setan untuk memuaskan hawa nafsu kita? Bukankah sudah kita ketahui bersama bahwa hawa nafsu itu tidak ada batasnya?


Maka dari itu dalam Qasidah Burdah yang terkenal itu ada kalimat sepert ini:


وَالنَّفْسُ كَالطِّفْلِ إِنْ تُهْمِلْهُ شَبَّ عَلَى ۞ حُبِّ الرَّضَاعِ وَإِنْ تَفْطِمْهُ يَنْفَطِمِ


Artinya, “Nafsu bagaikan bayi, bila kau biarkan akan tetap suka menyusu. Namun bila engkau sapih, maka bayi akan berhenti sendiri..

 

Para hadirin kaum muslimin yang dimuliakan Allah..

Nanti ketika pulang ke rumah coba lihat isi rumah kita, dari ruang tamu, keluarga, dapur, kamar, kamar mandi, termasuk gudang dan garasi sekalipun. Kemudian kita perhatikan kira-kira dari sekian barang tersebut apakah semuanya dibutuhkan sehingga sering dipakai atau jangan-jangan selama ini justru lebih banyak yang jarang digunakan, bahkan mungkin ada barang sejak dibeli baru digunakan sekali saja.


Setelah itu, katakanlah benar ternyata banyak barang yang jarang digunakan, kemudian kita sortir dan membayangkan barang-barang tersebut tidak ada lagi di rumah kita, kira-kira apa yang terjadi pada rumah kita? Betul, rumah kita akan lebih rapi, tidak kelihatan lagi barang-barang berjejeran apalagi menumpuk, sehingga melihat rumah seperti itu akan lebih menyenangkan ke mata.


Tapi yang tidak kalah penting adalah akan memperoleh ketenangan batin. Sebab mempunyai banyak barang, baik yang primer, sekunder, dan tersier akan mempengaruhi kesehatan mental pemiliknya. Dia akan merasa terbebani dengan barang-barang yang setiap hari dilihatnya. Dia juga akan terperangkap dengan semua itu sehingga menimbulkan perasaan-perasaan seperti harus memakainya, menjaganya, dan merawatnya.


Begitu juga seandainya barang-barang itu tidak ada, atau sebelum baran-barang itu mendarat di rumah, hidup kita biasa-biasa saja. Dalam artian, hidup kita tetap nyaman dan bahagia. Karena memang kenyamanan dan kebahagiaan hidup tidak selalu diukur dengan jumlah barang dan materi yang kita miliki, melainkan bergantung pada suasana hati. 


Para hadirin kaum muslimin yang dimuliakan Allah..

Bila kita melihat kehidupan sosok yang menjadi panutan kita selama ini, yaitu Baginda Nabi Muhammad sebagaimana terekam di dalam kitab-kitab hadits dan sejarah, maka kita menjadi tahu kalau Nabi sudah mempraktekkan hidup minimalis. Mulai dari rumah dan isinya, hingga kesehariannya yang lebih menunjukkan kesederhanaan beliau dalam menjalani hidup.


Bukan berarti Nabi tidak bisa dengan gaya hidup hedonisme, sebab sejatinya Nabi itu orang kaya. Hal ini bisa ditandai dengan ketika beliau melamar Siti Khadijah, misalnya, atau dengan jatah harta rampasan perang (ghanimah) sebanyak seperlima. Ini menunjukkan seandainya Nabi memilih gaya hidup bergelimang harta tentu tidak akan ada sahabat yang akan mengomplainnya.


Namun karena hidup itu merupakan pilihan maka seperti itu lah pilihan hidup Nabi. Maka ada riwayat yang cukup familiar di kita bahwa dalam banyak kesempatan Nabi menanyakan ke istri-istrinya: ‘apakah ada makanan atau tidak’, maka mereka menjawab: ‘tidak ada wahai Rasulullah’, kemudian Nabi merespons jawaban tersebut dengan sabda:


فإنِّي إذَنْ صَائِمٌ

 

Artinya, “Kalau begitu maka saya berpuasa (saja)” (HR Muslim)


Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim di dalam kitab Shahih-nya ini menunjukkan bagaimana potret kehidupan keluarga Nabi. Padahal sebagaimana kita ketahui kalau Nabi itu pada saat di Madinah bukan hanya sebagai utusan Allah, melainkan juga menjadi pemimpin perang dan masyarakat Madinah secara umum. Pada saat itu juga lumrahnya seorang pemimpin atau penguasa biasa hidup mewah dan tidak kekurangan. 

 

Hanya saja Nabi Muhammad hendak mengajarkan kepada umatnya bahwa menjadi pemimpin atau orang kaya tidak mesti hidup mewah dan bergelimang harta. Apalagi dengan kekayaan yang biasa saja, atau hari ini dikenal dengan ‘kelas menengah’, yang justru ternyata banyak memilih gaya hidup konsumtif. Keinginan untuk berpenampilan sempurna, misalnya, yang seringkali membuatnya ingin selalu berbelanja.

 

Para hadirin kaum muslimin yang dimuliakan Allah..

Di dalam al-Quran ada ayat yang berbunyi:

 

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

 

Artinya, “Sesungguhnya harta-harta dan anak-anak kalian merupakan fitnah, dan di sisi Allah terdapat pahala yang besar.” (QS. al-Taghabun: 15)


Syekh Ahmad bin Mustafa al-Maraghi, salah satu ulama Mesir terkemuka di dalam kitab tafsirnya, Tafsir al-Maraghi, menjelaskan bahwa fitnah di situ bermakna cobaan dan ujian. Maksudnya, harta dan anak seringkali menjadi ujian seseorang untuk tidak mentaati Allah dan Rasul-Nya. Keduanya seringkali menjadi penyebab seseorang melakukan kemaksiatan, bahkan sampai melakukan pencurian.


Maka sering kita mendengar berita motif para koruptor karena ingin membahagiakan keluarganya, atau terkadang karena gaya hidup mewah yang dijadikan standarnya. Penghasilan yang pas-pasan membuatnya menempuh jalan-jalan yang diharamkan agama. Baginya, semua cara akan dilakukan demi bisa menjalani gaya hidup hedonisme dan konsumerisme.


Semoga kita termasuk orang-orang yang sadar bahwa sejatinya barang-barang yang kita miliki saat ini adalah ujian, sehingga kita dapat menggunakannya secara optimal demi mendapatkan kehidupan yang berkah. Karena pada dasarnya hidup itu yang penting merasa cukup sehingga menjalaninya penuh dengan ketenangan dan ketentraman.


بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
 

Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ، اَشْهَدُ اَنْ لَا إلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَبِهِ وَ كَفَرَ، وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَاِئِقَ وَالْبَشَرِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَسَلَّمُ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً۰ اَمَّابَعْدُ

 فَيَاعِبَادَ ﷲ... اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَاتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرٍ

إِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، فَقَالَ قَوْلًا كَرِيْمًا:  ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّٰﻪَ ﻭَﻣَﻼَﺋِﻜَﺘَﻪُ ﻳُﺼَﻠُّﻮْﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ، ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬﺎَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮْﺍ ﺻَﻠُّﻮْﺍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠِّﻤُﻮْﺍ ﺗَﺴْﻠِﻴْﻤًﺎ ... اَللّٰهُمَّ ﺻَﻞِّ وَسَلِّمْ ﻋَﻠَﻰسَيِّدِنَا ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁلهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْن

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْنَا وَأَصْلِحْ أَحْوَالَنَا، وَأَصْلِحْ مَنْ فِي صَلَاحِهِمْ صَلَاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأْهْلِكْ مَنْ فِي هَلَاكِهِمْ صَلاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، اَللّٰهُمَّ وَحِّدْ صُفُوْفَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَارْزُقْنَا وَإِيَّاهُمْ زِيَادَةَ التَّقْوَى وَالْإِيْمَانِ،  اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ  اَللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ 

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


Ustadz M. Syarofuddin Firdaus, Dosen Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus-Sunnah Ciputat 

Baca Juga

Komentar

 Pusatin9 


 Postingan Lainnya 

Baca Juga