Hukum Jual Beli Properti di Atas Tanah Wakaf akan Dibahas di Munas NU 2025
Jakarta, NU Online
Salah satu masalah yang akan dibahas oleh Komisi Bahtsul Masail Waqi'iyah dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama (Munas NU) 2025 adalah soal hukum jual beli properti di atas tanah wakaf.
Munas NU akan diselenggarakan di Hotel Sultan, Jakarta, pada 5-7 Februari 2025 mendatang. Agenda ini merupakan rangkaian dari peringatan Hari Lahir (Harlah) Ke-102 NU.
Sekretaris Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah Munas NU 2025 KH Mahbub Ma’afi menyampaikan, masalah yang juga akan dibahas adalah mengenai perubahan nama sertifikat wakaf menjadi nama sertifikat pribadi.
“(Masalah yang dibahas) yaitu jual beli terhadap properti yang berdiri di atas tanah wakaf atau rumah atau perumahan yang dibangun di atas tanah wakaf,” ujar Kiai Mahbub kepada NU Online di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) lantai 4, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat pada Jumat (24/1/2025) malam.
Ia mengatakan bahwa saat ini banyak yang melakukan transaksi jual beli suatu bangunan yang dibangun di atas tanah wakaf.
“Nah itu (hukum) jual belinya bagaimana?" kata Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) itu.
Kiai Mahbub juga mengatakan bahwa umat saat ini merasa bingung mengenai status properti atau suatu bangunan yang dibangun di atas tanah wakaf.
"Apakah properti termasuk dari wakaf atau tidak?” ucapnya.
Dasar hukum jual beli tanah wakaf
Bab IV Pasal 40 UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menjelaskan bahwa harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Lalu Pasal 41 berbunyi bahwa ketentuan dalam Pasal 40 huruf f (ditukar) dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah.
Lalu Pasal 44 ayat (1) berbunyi: "Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia."
Ayat (2) selanjutnya berbunyi: "Izin hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf."
Sementara Bab IX Pasal 67 ayat (1) menjelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menjual harta benda wakaf akan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana dendan paling banyak Rp500 juta.
Ayat (2) berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin, akan dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp400 juta."
Sementara dalam Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Perubahan Peruntukan Harta Benda Wakaf Pasal 3 menjelaskan bahwa dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam Akta Ikrar Wakaf; harta benda wakaf tersebut dipergunakan untuk kepentingan keagamaan dan kemaslahatan umat yang lebih bermanfaat dan/atau produktif.
Komentar
Posting Komentar