Hukum Check Out atau Belanja Daring saat Khutbah Jumat - NU Online

 

Hukum Check Out atau Belanja Daring saat Khutbah Jumat

Kemajuan teknologi memudahkan aktivitas jual beli secara online, memungkinkan seseorang berbelanja kapan saja dan di mana saja melalui perangkat digital. Berbagai metode pembayaran yang aman, seperti kartu kredit, transfer bank, e-wallet, dan COD, semakin meningkatkan kenyamanan transaksi. Dengan perlindungan data yang lebih baik, konsumen dapat berbelanja tanpa khawatir terhadap keamanan informasi pribadi dan finansial.


Namun, kemudahan ini juga menimbulkan dilema dalam situasi tertentu. Misalnya, seseorang yang berada di masjid pada hari Jumat tiba-tiba teringat rencana pembeliannya dan segera menyelesaikan transaksi melalui ponselnya saat khutbah berlangsung.


Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan, bagaimana hukum melakukan transaksi pembelian online (check out) saat khutbah shalat Jumat sedang berlangsung?


Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita perlu memahami terlebih dahulu hukum jual beli menjelang shalat Jumat. Dalam Islam, terdapat larangan melakukan jual beli menjelang shalat Jumat. Larangan ini disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Jumu'ah ayat 9:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan) untuk melaksanakan shalat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”


Ayat ini menegaskan bahwa jual beli menjadi haram bagi mereka yang wajib melakukan shalat Jumat sejak azan kedua berkumandang, yakni ketika imam sudah duduk di mimbar. Tidak hanya jual beli, aktivitas lain yang dapat membuat orang sibuk sehingga terhalang untuk segera pergi melaksanakan shalat Jumat juga termasuk dalam larangan ini, bahkan jika aktivitas tersebut bersifat ibadah.


Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan dalam Tuhfatul Muhtaj:


وَيَحْرُمُ عَلَى ذِي الْجُمُعَةِ) ... (التَّشَاغُلُ) عَنْ السَّعْيِ إلَيْهَا (بِالْبَيْعِ) أَوْ الشِّرَاءِ لِغَيْرِ مَا يُضْطَرُّ إلَيْهِ (وَغَيْرُهُ) مِنْ كُلِّ الْعُقُودِ وَالصَّنَائِعِ وَغَيْرِهِمَا مِنْ كُلِّ مَا فِيهِ شُغْلٌ عَنْ السَّعْيِ إلَيْهَا، وَإِنْ كَانَ عِبَادَةً (بَعْدَ الشُّرُوعِ فِي الْأَذَانِ بَيْنَ يَدَيْ الْخَطِيبِ)


Artinya, “Dan haram bagi orang yang wajib Jumatan menyibukkan diri dengan aktivitas yang menghalanginya dari pergi menuju shalat Jumat, yaitu dengan melakukan transaksi jual beli untuk selain jual beli barang-barang yang mendesak untuk dibeli (pakaian untuk menutup aurat dan semisalnya), dan aktivitas lainnya dari setiap transaksi bisnis, pengerjaan layanan jasa, dan lainnya, yaitu setiap aktivitas yang membuat sibuk sehingga mencegah orang untuk pergi jumatan, meskipun berupa ibadah. Keharaman itu berlaku setelah dimulainya azan di depan khatib.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, [Mesir, Al-Maktabatut Tijariyah Al-Kubra, tt], juz II, halaman 478-480).


Namun, jika transaksi tersebut dilakukan saat seseorang sedang dalam perjalanan menuju shalat jumat atau saat sudah berada di dalam masjid, maka hukumnya tetap sah meskipun makruh. Syekh Ahmad Salamah al-Qulyubi dalam Hasyiah al-Qalyubi menyebutkan:


أَمَّا إذَا سَمِعَ النِّدَاءَ فَقَامَ لَهُ بِقَصْدِ الْجُمُعَةِ فَبَاعَ فِي طَرِيقِهِ أَوْ وَقَعَ فِي الْجَامِعِ، وَبَاعَ فَلَا يَحْرُمُ كَمَا صَرَّحَ بِهِ فِي التَّتِمَّةِ، وَهُوَ ظَاهِرٌ لَكِنَّ الْبَيْعَ فِي الْمَسْجِدِ مَكْرُوهٌ انْتَهَى


Artinya, “Adapun jika seseorang mendengar panggilan untuk shalat Jumat dan dia berniat pergi ke masjid untuk shalat, lalu dia melakukan jual beli di sepanjang jalan atau di dalam masjid, maka jual beli itu tidak diharamkan, sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab at-Tatimmah. Meskipun demikian, jual beli di dalam masjid tetap dianggap makruh.” (Ahmad Salamah al-Qulyubi, Hasyiah al-Qulyubi, [Beirut, Darul Fikr: 1995], jilid I, halaman 335)


Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa melakukan transaksi online di dalam masjid saat khutbah berlangsung hukumnya sah tetapi makruh. Meski demikian, aktivitas transaksi online tersebut tidak boleh mengganggu jamaah yang lain. Jika sampai mengganggu jamaah yang lain atau bahkan bertolak belakang dengan esensi shalat Jumat, maka hukumnya menjadi haram.


Berkaitan dengan hal ini, Sayyid Abdurrahman bin Muhammad al-hadrami menegaskan:

 

لا يكره في المسجد الجهر بالذكر بأنواعه ، ومنه قراءة القرآن إلا إن شوّش على مصلّ أو أذى نائماً ، بل إن كثر التأذي حرم فيمنع منه حينئذ

 

Artinya, “Tidak makruh mengeraskan suara dalam berdzikir di dalam masjid, termasuk membaca Al-Qur'an, kecuali jika hal itu mengganggu orang yang sedang shalat atau mengganggu orang yang sedang tidur. Bahkan, jika gangguan tersebut menjadi berlebihan, maka hal itu bisa menjadi haram, sehingga harus dicegah.” (Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut, Darul Fikr: t.t.], halaman 133)


Kesimpulannya, meskipun transaksi online saat khutbah Jumat tidak secara otomatis batal atau haram, sebaiknya dihindari agar tidak mengurangi kekhusyukan ibadah dan mengganggu jamaah lain.

 

Penjelasan ini merupakan bagian dari hasil Bahtsul Masail dalam Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) se-Jawa Madura ke-42, yang diselenggarakan pada 7–8 Desember 2024 di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur.


Ustadz Bushiri, Pengajar di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Madura

Baca Juga

Komentar

 Pusatin9 


 Postingan Lainnya 

Baca Juga