Pedagang sebagai Profesi Mulia dalam Pandangan Islam
Rabu, 4 Desember 2024 | 11:00 WIB
Ilustrasi pedagang menjual es. Sumber: Canva/NU Online.
Kolomnis
Islam mengajarkan umatnya untuk selalu bersikap santun dan beradab dalam setiap interaksi, tanpa memandang siapa lawan bicara atau profesinya. Sikap santun ini mencerminkan keimanan yang kokoh kepada Allah SWT. Pada saat yang sama, Islam dengan tegas melarang merendahkan seseorang berdasarkan profesinya.
Dalam kitab Fathul Muin (hlm. 309), Syekh Zainuddin al-Malibari menerangkan bahwa ulama berselisih pendapat mengenai profesi yang lebih utama antara petani, pedagang, atau pekerja kerajinan. Beliau mengatakan:
(فائدة) أفضل المكاسب الزراعة، ثم الصناعة، ثم التجارة قال جمع: هي أفضلها
Baca Juga
Seputar Hukum Pedagang Berjualan di Trotoar Umum
Artinya, “(Faedah) Paling utamanya usaha adalah pertanian, kemudian industri, dan kemudian perdagangan. Sebagian orang berpendapat bahwa perdagangan adalah yang terbaik.”
Menurut sebagian ulama, profesi yang terbaik adalah perdagangan, karena banyak sahabat Nabi yang memilih profesi ini dan memperoleh penghidupan dari hasil dagangannya.
Selain itu, perdagangan memiliki manfaat yang lebih luas dan lebih banyak dibutuhkan, karena setiap orang memerlukan barang-barang seperti makanan dan pakaian. Sebaliknya, tidak semua orang membutuhkan produk kerajinan atau hasil pertanian. Pandangan ini dikemukakan oleh Imam al-Mawardi dalam Al-Hawil Kabir Jilid II (Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah, 1999: 12).
Baca Juga
Jujur, Kunci Sukses Rasulullah sebagai Pedagang dan Pemimpin
Terlepas dari pandangan mengenai profesi, berinteraksi dengan para pedagang, seperti halnya dengan siapa pun, harus tetap mengedepankan adab dan etika. Salah satu bentuk adab tersebut adalah mendoakan agar para pedagang senantiasa jujur dalam berdagang dan mendapatkan berkah dalam setiap transaksi yang mereka lakukan.
Jalaluddin as-Suyuti dalam Al-Khashaish al-Kubra Jilid II (Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyyah: 288) menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan contoh interaksi yang baik dengan para pedagang. Beliau sering mendoakan para sahabat yang berprofesi sebagai pedagang.
Salah satu contohnya, seperti yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Urwah al-Barqi, ketika Nabi mendoakan Urwah yang hendak berdagang, sehingga setiap transaksi, bahkan jika ia berdagang tanah, selalu mendatangkan keberuntungan dan keberkahan.
Baca Juga
Jual Beli Utang dengan Utang: Beda Konteks Pedagang dan Non-Pedagang
Lebih lanjut, Imam as-Suyuti juga mencatat kisah dari jalur al-Baihaqi yang menyebutkan bahwa Nabi SAW melewati Abdullah bin Ja'far yang sedang berdagang. Nabi pun berhenti untuk berinteraksi dengannya dengan penuh etika dan kesopanan seperti umumnya.
Momen tersebut menunjukkan bahwa sahabat yang berdagang dengan cara yang baik dan benar mendapat perhatian khusus dari Nabi. Nabi juga mendoakan Abdullah bin Ja'far:
اللَّهُمَّ بَارك لَهُ فِي تِجَارَته
Artinya, “Ya Allah, berkahilah ia dalam perdagangannya.” (hlm. 288).
Oleh karena itu, berinteraksi dengan pedagang, seperti halnya dengan siapa pun, harus disertai dengan adab yang baik. Adab dalam Islam mencakup sikap saling menghormati, sopan santun, dan menjaga kejujuran dalam setiap percakapan dan transaksi. Islam mengajarkan agar tidak saling meremehkan, dan setiap ucapan hendaknya disampaikan dengan sopan dan santun.
Selain mendoakan mereka, salah satu adab penting dalam berinteraksi dengan pedagang adalah saling jujur. Kejujuran dalam berdagang tidak hanya menjaga keharmonisan hubungan, tetapi juga mengangkat derajat pedagang hingga mencapai kedudukan yang sangat mulia, yaitu bersama para Nabi. Rasulullah SAW bersabda:
التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الْأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ
Artinya, “Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para nabi, orang-orang yang benar, dan para syuhada.” (HR. At-Tirmidzi).
Selain saling jujur, baik pedagang maupun pelanggan harus bersikap murah hati dalam transaksi. Pedagang sebaiknya tidak mengambil untung yang berlebihan, sementara pelanggan juga harus menghindari perilaku yang merugikan pedagang. Prinsip saling menguntungkan ini mencerminkan etika perdagangan yang adil dan harmonis. Rasulullah SAW bersabda:
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى
Artinya, “Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap murah hati saat menjual, membeli, dan menagih haknya.” (HR. Bukhari).
Terakhir, Islam senantiasa memberikan pedoman dalam setiap interaksi, termasuk saat berinteraksi dengan pedagang. Salah satu adab yang diajarkan adalah mendoakan mereka, agar selalu diberkahi dalam usaha mereka.
Oleh karena itu, kita tidak boleh meremehkan pedagang atau profesi mereka, melainkan harus menghargai mereka dengan rasa hormat dan adab yang baik. Wallahu a'lam.
Ustadz Moh Sholeh Shofier, Alumni Ma’had Aly Situbondo dan Pengajar di PP. Salafiyah Dawuhan Situbondo.
Komentar
Posting Komentar