Khutbah Jumat: Menyambut Tahun Baru dengan Menjadi Pribadi yang Lebih Baik
Menjelang pergantian tahun seyogyanya kita menyambutnya dengan penuh suka cita. Penyambutan ini bisa diekspresikan dengan beragam cara, salah satunya adalah membuat daftar harapan dan tujuan yang hendak dicapai pada tahun depan. Selain itu, hendaknya memasuki tahun baru bisa menjadi sosok pribadi yang lebih baik.
Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul: "Khutbah Jumat: Menyambut Tahun Baru dengan Menjadi Pribadi yang Lebih Baik". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! (Redaksi).
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ، أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَام، أَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ هُوَ الَّذِىۡ جَعَلَ الشَّمۡسَ ضِيَآءً وَّالۡقَمَرَ نُوۡرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعۡلَمُوۡا عَدَدَ السِّنِيۡنَ وَالۡحِسَابَ
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah
Marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala anugerah yang diberikan kepada kita, baik berupa kenikmatan maupun berupa ujian. Sebab keduanya itu pada hakikatnya merupakan cara Allah untuk menguji kita apakah akan tetap bersyukur atau tidak. Begitu juga shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw, serta para sahabat dan keluarganya.
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah
Setiap pekan pada momen mulia ini khatib tidak pernah bosan untuk mengajak kepada semuanya untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Ajakan ini sebagai bentuk keseriusan keimanan kita terhadap-Nya. Dengan kata lain, meningkatkan ketakwaan merupakan perkara penting dan serius sehingga ajakan ini mesti selalu dipromosikan dan diingatkan.
Sebab kita tahu bahwa kunci kebahagiaan di akhirat selaku kehidupan yang hakiki adalah mempercayai Allah dan Rasul-Nya. Keimanan ini harus kita rawat selama kita hidup di dunia hingga ajal menjemput. Dengan begitu, kita akan masuk dalam kategori manusia yang pernah disabdakan Nabi:
مَنْ قَالَ لَاإِلَهَ إِلَّا الله دَخَلَ الْجَنَّةَ
Artinya: “Siapa saja yang mengucapkan 'Tiada Tuhan selain Allah' maka akan masuk surga." (HR. al-Bukhari)
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah
Dalam akidah kita mempercayai bahwa segala kejadian di atas muka bumi ini merupakan ketetapan Allah, termasuk peredaran waktu yang kita sebut detik, menit, jam, hari, hingga tahun. Hal ini sebagaimana terrekam di dalam surat Yunus ayat 5:
هُوَ الَّذِىۡ جَعَلَ الشَّمۡسَ ضِيَآءً وَّالۡقَمَرَ نُوۡرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعۡلَمُوۡا عَدَدَ السِّنِيۡنَ وَالۡحِسَابَ
Artinya: "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu)" (QS. Yunus: 5)
Maka di penghujung tahun ini, biasanya kita melakukan refleksi atas apa yang sudah kita lakukan, entah yang bersifat baik maupun buruk. Begitu juga refleksi atas apa yang sudah dicapai atau bahkan mungkin gagal dicapai. Dan sekali lagi, menurut Ahlussunnah wal Jamaah itu semua merupakan atas kehendak-Nya terhadap kita.
Refleksi semacam ini penting dilakukan untuk mengukur keimanan kita terhadap kemahakuasaan Allah swt selaku Dzat yang Maha Mengatur dan Menentukan alam semesta ini. Dengan begitu kita bertekad untuk meningkatkan kualitas keimanan kita, ini yang pertama.
Kemudian yang kedua, refleksi ini juga dapat menjadi titik kita untuk merencanakan kehidupan yang lebih baik di tahun depan. Baik dari sisi akhirat maupun dari sisi dunia. Sebab kedua tempat ini merupakan tempat kehidupan kita sehingga sudah sepatutnya mempunyai tekad untuk selalu lebih baik di masa depan.
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah
Tidak sedikit dari kita yang berpandangan kalau ketika kita gagal dalam urusan duniawi kita tidak perlu sedih karena kehidupan yang sebenarnya bukan di sini melainkan di akhirat nanti. Pandangan ini memang tidak sepenuhnya salah, namun tidak sepenuhnya benar. Sebab dampak dari pandangan ini sebagaimana kita lihat hari ini: umat Islam tertinggal jauh dari umat yang lain.
Tentu saja ini menjadi PR kita bersama agar kita mempunyai kontribusi besar terhadap peradaban kita selama di dunia ini. Di dalam al-Quran ada ayat yang berbunyi:
وَابۡتَغِ فِيۡمَاۤ اٰتٰٮكَ اللّٰهُ الدَّارَ الۡاٰخِرَةَ وَلَا تَنۡسَ نَصِيۡبَكَ مِنَ الدُّنۡيَا
Artinya: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia..." (QS. al-Qasas: 77)
Bila kita mencermati ayat ini, secara struktural ayat ini mendahulukan penyebutan akhirat dibandingkan dunia. Dengan kata lain, akhirat lebih penting dibandingkan dunia. Namun ayat ini juga menggunakan kalimat perintah, yaitu 'jangan lupakan bagian/ jatah duniamu.' Maksud dari bagian atau jatah di sini adalah kebutuhan kita terhadap dunia.
Sebab selama kita hidup di dunia maka kita pasti masih membutuhkannya. Syekh Wahbah al-Zuhaili menafsirkan ayat ini di dalam kitabnya, al-Wasith, dengan mengatakan agar kita tidak meninggalkan jatah kita yang berkaitan dengan kenikmatan duniawi yang diperbolehkan seperti apa yang disebut sandang, pangan, dan papan.
Namun, lanjut syekh Wahbah, kita tidak boleh sampai menyia-nyiakan usia kita dengan terlena pada hal-hal semacam itu, melainkan memaksimalkannya dengan memperbanyak amal saleh. Karena amal saleh yang menjadi bekal akhirat hanya bisa dilakukan di dunia.
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah
Maka dari itu, menjelang pergantian tahun ini dengan melakukan refleksi tersebut sepatutnya kita membuat apa yang disebut 'resolusi 2025'. Kita mencanangkan berbagai target yang hendak dicapai di tahun depan agar kehidupan kita tidak stagnan, tidak berjalan di tempat. Ini berlaku untuk urusan akhirat maupun dunia.
Dalam urusan akhirat misalnya, kita bertekad dengan serius untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah, apa pun jenis ibadahnya. Maka sebagai pengingat di sini bahwa ibadah itu tidak hanya mengerjakan perintah agama, melainkan menjauhi larangannya juga termasuk ibadah. Kita tidak mencuri, mabuk, ghibah, dan berbagai perbuatan dosa lainnya sebenarnya itu sudah termasuk ibadah.
Begitu juga ketika kita mempunyai target urusan duniawi dengan niat yang baik maka itu juga termasuk ibadah. Misalnya dengan memperoleh finansial yang lebih banyak kita dapat membayar zakat, berinfaq dan bersedekah, dengan mempunyai jabatan strategis kita dapat membuat kebijakan yang maslahat sesuai kepentingan umum, dan lain sebagainya.
Singkatnya, seluruh aspek urusan duniawi dijadikan sebagai wasilah kita di akhirat nanti. Kita menjadikan urusan duniawi sebagai ladang untuk menumpuk pundi-pundi bekal akhirat. Maka ketika kita ditimpa kegagalan urusan duniawi pada tahun ini, tidak masalah bila bersedih karena itu menjadi penghambat untuk mengumpulkan bekal akhirat dan berkontribusi untuk peradaban.
Oleh karena itu, menjelang tahun baru ini kita bertekad untuk menjadi pribadi yang baik. Kita mengerahkan seluruh apa yang dimiliki untuk kehidupan akhirat. Interaksi dengan Tuhan dan sesama makhluk kita perbaiki seoptimal mungkin. Kemudian urusan-urusan duniawi tidak dijadikan tujuan, melainkan hanya sebatas perantara untuk mengumpulkan bekal sebanyak mungkin di akhirat nanti.
Dengan begitu, kita akan menjadi pribadi yang dicita-citakan agama ini, yaitu bahagia di dunia dan akhirat sekaligus. Di dunia kita tidak kekurangan materi, dan akhirat kita akan menikmati janji Tuhan yang terekam di dalam kitab suci-Nya.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ، اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَ كَفَرَ، وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَاِئِقِ وَالْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً۰ اَمَّابَعْدُ، فَيَاعِبَادَ ﷲ اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَاتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرٍ
إِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ قَوْلًا كَرِيْمًا: اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰٓٮِٕكَتَهٗ يُصَلُّوۡنَ عَلَى النَّبِىِّ ؕ يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا صَلُّوۡا عَلَيۡهِ وَسَلِّمُوۡا تَسۡلِيۡمًا
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْنَا وَأَصْلِحْ أَحْوَالَنَا، وَأَصْلِحْ مَنْ فِي صَلَاحِهِمْ صَلَاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأْهْلِكْ مَنْ فِي هَلَاكِهِمْ صَلاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، اللهُمَّ وَحِّدْ صُفُوْفَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَارْزُقْنَا وَإِيَّاهُمْ زِيَادَةَ التَّقْوَى وَالْإِيْمَانِ، اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
M. Syarofuddin Firdaus, Dosen Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah Ciputat
Komentar
Posting Komentar