Khutbah Jumat: Kemerdekaan Merupakan Ajaran Rasulullah - Nu online

 

Khutbah Jumat: Kemerdekaan Merupakan Ajaran Rasulullah

Kam, 15 Agustus 2024 | 12:30 WIB

Khutbah Jumat: Kemerdekaan Merupakan Ajaran Rasulullah

Ilustrasi bendera. Sumber: Canva/NU Online

M Syarofuddin Firdaus

Kolomnis

Hari Sabtu besok, pada tanggal 17 Agustus 2024 kita akan memperingati hari kemerkedaan bangsa ini sebagai bentuk syukur dan berterima kasih kepada para pejuang dan pendiri bangsa ini yang telah berhasil melepaskan diri dari kungkungan kolonial. Bagi umat Islam, kemerdekaan bukan sekedar keinginan umumnya manusia, namun ia juga termasuk ajaran agama. 


Dalam konteks ini, khutbah Jumat kali ini mengusung topik: “Kemerdekaan Merupakan Ajaran Rasulullah.” Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!


Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلّٰه الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللّٰهِ شَهِيْدًا أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّاللَّهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَنْ يَّتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَايَحْتَسِبُ، وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Para jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah..

Baca Juga

Khutbah Jumat: 4 Permata dalam Diri Manusia dan yang Membinasakannya

Pertama-tama, marilah kita panjatkan puja dan puji kepada Allah yang telah memberikan banyak anugerah kepada kita, baik materi maupun imateri. Kedua, solawat dan salam semoga senantiasa kita haturkan bagi Baginda Nabi Muhammad dan keluarga serta para sahabatnya, yang telah memberikan tauladan kepada kita.


Tauladan di sini bukan hanya dalam ibadah relasi antara mahluk dengan Tuhan, melainkan juga relasi antar sesama mahluk-Nya. Dengan kata lain, takwa di tangan Nabi dan para sahabatnya tidak hanya terbatas meningkatkan ibadah personal saja, melainkan juga ibadah dan aktifitas sosial menjadi ajang untuk meningkatkan ketakwaan. Oleh karenanya, marilah kita meningkatkan ketakwaan dengan memperbaiki dan memperbagus kedua aspek ibadah tadi: personal dan sosial.

Para jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah..

Berbicara ibadah personal barangkali kita sudah maklum semua, yaitu seperti shalat dan puasa, baik yang wajib maupun yang sunnah. Level dan kualitas Nabi dan para sahabatnya dalam mengerjakan ibadah-ibadah ini tentu saja sudah tidak diragukan lagi. Ketulusan dan kekhusyu’an mereka tidak bisa ditandingi oleh siapa pun dari generasi umat ini. Maka dari itu, mereka disebut sebagai generasi terbaik dalam perjalanan Islam.


Begitu juga ibadah sosial yang telah dilakukan oleh generasi tersebut dapat menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya, termasuk generasi kita hari ini. Di antara contoh yang cukup fenomenal yang dilakukan Nabi dan para sahabatnya adalah tidak melakukan balas dendam kepada kafir Quraisy pada saat penakulkan kota Mekkah. Dalam kitab sejarahnya Imam Ibnu Katsir, al-Bidayah wan Nihayah dikisahkan:

Baca Juga

Khutbah Jumat: Allah Sembunyikan 3 Perkara dalam 3 Perkara


قَالَ: "يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ مَا تَرَوْنَ أَنِّي فَاعِلٌ فِيكُمْ؟" قَالُوا: خَيْرًا، أَخٌ كَرِيمٌ وَابْنُ أَخٍ كَرِيمٍ. قَالَ: "اذْهَبُوا فَأَنْتُمُ الطُّلَقَاءُ"

Artinya, “Nabi bersabda: ‘wahai kaum Quraisy, apa pendapat kalian yang akan aku lakukan terhadap kalian?’, Mereka menjawab: ‘kebaikan wahai saudara yang mulia dan putra saudara yang mulia’, Nabi bersabda: ‘pergilah, kalian terbebas (dari hukuman).’

Kita semua sudah pasti tahu bagaimana gangguan, teror, dan siksaan yang dilakukan kaum kafir Quraisy kepada Nabi dan para sahabatnya selama masih di Mekkah. Bahkan ketika di Madinah pun tetap mereka tetap mengejar dan membuat sekutu dari agama lain seperti Yahudi untuk menyerang Nabi dan para sahabatnya.


Para jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah..

Namun itu semua tidak membuat Nabi dan para sahabatnya berkeinginan untuk membalas dendam. Pada saat tragedi Fathu Mekkah Nabi malah menegaskan bahwa kaum Quraisy merdeka dan terbebas dari berbagai sanksi. Para sahabat pun ketika mendengar pernyataan Nabi juga tidak ada yang membantahnya. Mereka langsung mematuhi Nabi, meskipun tidak sedikit dari mereka yang pastinya mempunyai rasa marah atas kelakuan kaum Quraisy.


Padahal seandainya Nabi dan para sahabatnya mau memberikan hukuman tentu tidak akan ada pihak yang berani memprotes, atau setidaknya Nabi dapat menjadikan mereka sebagai budak sebab momen itu kekuasaan sepenuhnya berada di tangan umat Islam. Namun Nabi hendak mengajarkan kepada umatnya bahwa masing-masing manusia memiliki hak untuk merdeka dan bebas dari hukuman.


Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah..
Selain tragedi bersejarah tersebut, pada kesempatan lain masih banyak sabda dan sikap Rasulullah yang menunjukkan keberpihakan beliau untuk menjadi manusia merdeka. Seperti sistem perbudakan pada saat itu, Rasul malah mendorong umatnya untuk melepaskan status budak yang melekat pada diri seseorang. 


Dorongan ini dapat terlihat pada ajaran-ajarannya seperti janji pahala bagi yang memerdekakan budak, memerdekakan budak sebagai denda kafarat bagi pelanggar aturan tertentu, mempermudah merdeka bagi budak mukatab (menyicil kemerdekaan), bahkan dalam riwayat Muslim disebutkan:


مَنْ لَطَمَ مَمْلُوكَهُ أَوْ ضَرَبَهُ فَكَفَّارَتُهُ أَنْ يُعْتِقَهُ 


Artinya, “Siapa saja yang menampar budaknya atau memukulnya maka kaffaratnya berupa memerdekakannya.” (HR. Muslim)


Sabda Nabi ini hendak menegaskan bahwa budak tetaplah manusia sehingga tidak boleh diperlakukan semena-mena, apalagi menyiksanya. Inilah ajaran Islam yang sejati, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Budak selaku kasta sosial yang rendah tetap harus diperlakukan dengan baik dan sopan. Maka bila bermain tangan terhadapnya sanksinya ialah melepaskan status kebudakannya.


Imam Nawawi di dalam kitabnya, al-Minhaj fi Syarh Shahih Muslim, mengomentari hadis ini bahwa para ulama bersepakat bahwa hukum memerdekannya tidak bersifat wajib, melainkan sunnah saja. Meski demikian, kata Imam Muslim, para ulama mengatakan berdasarkan hadis ini agar bersikap baik dan menahan diri untuk menyiksa seorang budak. Bahkan kesunnahan memerdekakan budak di sini dengan harapan sebagai penebus dosa atas kezaliman yang dilakukan sang tuan.

Artinya, melakukan penyiksaan kepada budak itu perbuatan zalim. Dan agama Islam mengajarkan agar kita menjauhi beragam perbuatan zalim. Bila menyiksa budak dikategorikan perbuatan zalim, lantas bagaimana bila dilakukan kepada orang merdeka sebagaimana perbuatan para kolonial?

Para jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah..

Dalam pandangan Islam, kolonialisme dan imperialisme merupakan kezaliman. Maka menghindari kezaliman dengan menjadi merdeka merupakan sebuah anjuran. Dalam Islam sendiri, manusia merdeka memiliki segudang kelebihan dibandingkan manusia yang berada di bawah kekuasaan manusia yang lain. Dengan merdeka maka seseorang memiliki kebebasan dan hak penuh untuk mengendalikan dirinya sendiri. 


Nabi Muhammad sendiri menyadari kalau sistem perbudakan merupakan bentuk penjajahan dan bertentangan dengan fitrah manusia. Namun Nabi tidak langsung menghapus sistem tersebut begitu saja sebab kondisi yang tidak memungkinkan. Makanya beliau menggunakan strategi yang sangat halus yang tidak disadari banyak pihak, yaitu sebagaimana cara-cara yang telah disebutkan sebelumnya.


Keinginan dan anjuran Nabi untuk menjadi manusia merdeka mendapat dukungan dari ayat al-Quran yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ


Artinya, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurat: 13).

Ayat tersebut mempertegas posisi manusia di hadapan Allah yang setara semuanya, hanya yang paling bertakwalah yang paling tinggi derajatnya. Dengan demikian, dalam konteks kemerdekaan dan penjajahan, seyogyanya manusia itu tidak boleh ada yang merasa lebih di antara yang lain. Para kolonial melakukan penjajahan karena merasa lebih tinggi, lebih mulia, dan lebih berkuasa atas orang-orang yang dijajah. Perasaan-perasaan semacam itulah yang memicu untuk menguasai atas yang lain, sehingga merasa pantas mengendalikan bahkan menyiksa yang lain.


Maka dari itu, sudah sepatutnya setiap individu, golongan suku dan bangsa mengambil hak kemerdekaannya, melepaskan diri dari genggaman orang lain. Begitulah kiranya yang menjadi api bagi para pahlawan dan pendiri bangsa ini agar Indonesia dapat berdikari; berdiri di atas kaki sendiri. Maka kita selaku generasi penerus mempunyai tanggung jawab untuk merawat kemerdekaan ini. Merdeka dalam berbagai sektor: fisik, teritorial, ekonomi, budaya serta pemikiran. 


Warisan kemerdekaan ini pada hakikatnya amanah dari pendahulu kita, sehingga semoga kita dapat menjaga amanah ini dengan baik.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Khutbah II

‎اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلٓهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أٓلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ


‎أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِنَّ اللّٰهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً


‎اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِالْأَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ


‎عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Ustadz M. Syarofuddin Firdaus, Dosen Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah Ciputat

Baca Juga

Komentar

Baca Juga